
Ilustrasi deepfake. Dok; Ist.
EDISI.CO, TEKNOLOGI- Pada Januari 2023, China akan memberlakukan peraturan untuk mencegah deepfake. Deepfake adalah gambar atau video yang dihasilkan atau diubah secara meyakinkan dan dibuat menggunakan suatu bentuk kecerdasan buatan (artificial intelligence).
Teknologi tersebut dapat digunakan untuk mengubah video yang sudah ada, misalnya dengan memasang wajah politisi di atas video yang sudah ada atau bahkan membuat ucapan palsu. Hasilnya adalah benar-benar tampak asli.
Baca juga: Daftar Smartphone Tak Bisa Gunakan WhatsApp per 31 Desember 2022, Adakah Punya Anda?
Berikut adalah beberapa ketentuan utama peraturan China untuk mencegah deepfake, seperti dilaporkan Reuters, Kamis (29/12):
- Pengguna harus memberikan persetujuan jika gambar mereka akan digunakan dalam teknologi sintesis secara lebih mendalam dalam bentuk apa pun.
- Layanan deep synthesis tidak dapat menggunakan teknologi untuk menyebarkan berita palsu.
- Layanan deepfake perlu mengautentikasi identitas asli pengguna.
- Konten ‘deepfakes’ harus memiliki semacam pemberitahuan untuk memberi tahu pengguna bahwa gambar atau video telah diubah dengan teknologi.
- Konten yang bertentangan dengan undang-undang yang ada dilarang, demikian pula konten yang membahayakan keamanan dan kepentingan nasional, merusak citra bangsa atau mengganggu perekonomian.
Baca juga: Bill Gates Komentari Gaya Kepemimpinan Elon Musk
Peraturan ini dibuat oleh Cyberspace Administration of China (CAC). Salah satu institusi terkuat di Tiongkok. Sejak akhir 2020, China memang telah berusaha untuk mengendalikan kekuatan raksasa teknologi di negaranya dan memperkenalkan peraturan luas di berbagai bidang mulai dari antimonopoli hingga perlindungan data.
“Otoritas China jelas ingin menindak kemampuan elemen anti-rezim untuk menggunakan deepfake para pemimpin senior, termasuk Xi Jinping, lalu menyebarkan pernyataan anti-rezim,” kata Paul Triolo, pemimpin kebijakan teknologi di perusahaan konsultan Albright Stonebridge.
“Tetapi aturan tersebut juga menggambarkan bahwa otoritas China berusaha untuk mengatasi masalah konten online yang sulit dengan cara yang dilakukan beberapa negara lain, berusaha untuk menjadi yang terdepan ketika teknologi baru seperti konten yang dihasilkan AI mulai berkembang biak secara online,” ungkap dia.
Kendra Schaefer, mitra konsultan Trivium China menyebutkan langkah pemerintah Xi Jinping sudah tepat. Harus diakui, teknologi ini tidak seluruhnya buruk. Dapat digunakan di bidang seperti pendidikan dan perawatan kesehatan. Tetapi China sedang mencoba untuk mengatasi efek negatifnya dalam menghasilkan informasi palsu.
“Yang menarik adalah bahwa China membidik salah satu ancaman kritis terhadap masyarakat kita di era modern: erosi kepercayaan pada apa yang kita lihat dan dengar, dan semakin sulitnya memisahkan kebenaran dari kebohongan,” kata Kendra.