
Jembatan Suramadu-Edisi/binamarga.pu.go.id
EDISI.CO, DAERAH– Setara Institute (2023) melaporkan Jatim sebagai Provinsi paling intoleran di Indonesia selama periode 2022. Dari total 175 peristiwa pelanggaran hak kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB) yang terjadi di Indonesia, 34 peristiwa (19,42%) terjadi di Jatim.
Begitu pula, hasil survei Institute for Javanese Islam Research (IJIR) UIN Tulungagung, ikut memperkokoh kesimpulan tersebut. Dari total pelanggaran hak KBB selama 2023, tercatat 152 tindakan pelanggaran, Jatim menempati posisi ketiga, Provinsi dengan angka pelanggaran tertinggi. Posisi pertama adalah Jawa Barat dengan 34 pelanggaran (22.37%), kemudian disusul Sumatera Utara dengan 24 pelanggaran (15.79%), dan Jatim dengan 23 pelanggaran (15.23%).
Kedua sumber tersebut secara jelas menggambarkan Jatim sedang dalam masalah serius terkait dengan isu toleransi. Masyarakat Setara Jatim juga mengembangkan diskusi yang serius, dan menyimpulkan adanya situasi Jawa Timur yang terus diwarnai oleh hambatan dalam kebebasan sipil dan inklusi sosial. Kehidupan setara bagi kelompok-kelompok rentan, seperti minoritas agama/keyakinan, kelompok disabilitas dan kelompok LGBT, masih sangat jauh dari kata ideal.
Bercermin dari kenyataan inilah, Masyarakat Setara mendorong adanya upaya pelipatgandaan gerakan masyarakat sipil yang lebih memiliki awareness dan kesadaran untuk tetap mengawal proses-proses transformasi sosial ke arah yang lebih setara dan ideal.
Baca juga: 187.380 Bidang Tanah di Kepri Belum Miliki Sertifikat, Termasuk Rempang dan Galang
Bersamaan dengan peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) internasional tahun 2023, Masyarakat Setara juga memulai menggalang kekuatan organisasi-organisasi masyarakat sipil, untuk menyamakan pandangan dan tetap melakukan kerja-kerja advokasi, terutama dalam hal pendidikan publik agar masyarakat tidak kehilangan daya kritisnya dalam memandang berbagai kekuatan yang hendak melembagakan situasi intoleransi dan menghambat proses inklusi sosial.
Masyarakat Setara Jatim juga berupaya mengembangkan berbagai platform pendidikan publik yang bertujuan untuk melipatgandakan lahirnya penggerak-penggerak perubahan sosial ke arah inklusi yang lebih paripurna. Peran inilah yang belum secara maksimal dimainkan oleh berbagai organisasi masyarakat sipil (CSO) dan berbagai aliansi masyarakat yang lebur dalam ragam platform perayaan keberagaman.
Perayaan keberagamaan tentu tetap harus digelorakan, tetapi kerja-kerja advokasi yang real dalam menyelesaikan problem yang dihadapi oleh kelompok minoritas dan rentan juga harus menjadi konsen bersama.