EDISI.CO, CATATAN EDISIAN– Bermain dan belajar seringkali dianggap sebagai dua hal yang bertentangan. Hingga kini, banyak orang tua yang masih berkomentar, “jangan main game terus, kapan belajarnya?”
Apa yang membuat bermain game begitu menarik hingga pemainnya bisa lupa waktu?
Mihaly Csikszentmihalyi, seorang psikolog positif Hungaria-Amerika memperkenalkan istlah enjoyment dalam Flow Theory pada tahun 1975. Psikologi positif merupakan gerakan dalam bidang ilmu psikologi untuk meningkatkan pemahaman dan memperbaiki well-being secara umum, yang tidak hanya terbatas pada perkembangan anak dan dewasa melainkan juga pendidikan. Sementara flow adalah keadaan mental ketika seseorang melakukan suatu aktivitas dengan fokus, berenergi, “engaged”, dan menikmati proses aktivitas tersebut (enjoyment).
Di Indonesia sendiri, minat bermain game sangat tinggi. Tak heran, Indonesia menjadi pasar mobile game terbesar ketiga di dunia berdasarkan jumlah unduhan di aplikasi Google Play. Total transaksi pengguna mobile game di Indonesia diperkirakan mencapai USD0,37 miliar (setara Rp5,6 triliun), meningkat sekitar 15,6% dari tahun 2022.
Data tersebut menegaskan bahwa gamifikasi atau penerapan elemen permainan memiliki peluang besar untuk menginovasi aktivitas pembelajaran. Artinya, prinsip dan elemen game dapat kita adopsi agar pembelajaran lebih disukai mahasiswa.
Bentuk-bentuk gamifikasi
Gamifikasi dapat dilakukan dalam bentuk permainan di kelas, boardgame, maupun digital game. Penelitian tahun 2022 menunjukkan bahwa gamifikasi dapat meningkatkan engagement, motivasi, dan partisipasi siswa di berbagai jenjang pendidikan.
Bahkan, jika dirancang dan diterapkan dengan tepat, gamifikasi tidak hanya meningkatkan pengetahuan, tetapi juga mengembangkan keterampilan seperti pemikiran kritis dan pemecahan masalah.
Penelitian membuktikan bahwa siswa cenderung mengalami kebosanan saat belajar teori di kelas dengan cara mendengarkan guru/dosen mengajar selama dua jam. Penelitian tahun 2012 ini juga menunjukkan bahwa kelompok mahasiswa yang belajar dengan gamifikasi merasa lebih tertantang dan menghargai waktu belajar dibandingkan kelompok mahasiswa yang hanya mendengarkan kuliah tradisional dari dosennya.
Gamifikasi dari perspektif mahasiswa
Dalam studi ini, saya mengembangkan game digital berbasis web untuk mengajarkan konsep design thinking kepada mahasiswa. Game ini dirancang dengan mengintegrasikan studi kasus nyata dari krisis besar yang dialami sebuah negara pada tahun 2012 lalu dengan menerapkan prinsip dari Experiential Learning Theory untuk meningkatkan kemampuan inovatif dalam pemecahan masalah mahasiswa.
“Blackout” Serious Game merupakan bentuk gamifikasi yang paling kompleks, menampilkan fitur 3D dan menawarkan medium pembelajaran, assessment serta refleksi di dalam game. “Blackout” telah diuji coba pada semester pertama tahun 2024 di salah satu universitas di Australia terhadap 747 mahasiswa dari sekolah bisnis dan difasilitasi oleh 17 edukator.
Hasil preliminary study mencatat:
- Mahasiswa lebih menyukai belajar konsep design thinking melalui game dibandingkan dengan mendengarkan lecture
- Mahasiswa merasa pilihan mereka untuk berkuliah di universitas ini tepat karena inovasi teknologi pendidikan yang sophisticated
- Mahasiswa lebih mudah mengadopsi tahapan penyelesaian masalah dalam skenario nyata melalui visualisasi design thinking dalam setiap stage game
- Mahasiswa menikmati sensasi kompetisi antar teman sekelas saat serious game dijadikan sebagai agenda utama dalam tutorial
- Mahasiswa berharap pendekatan gamifikasi ini diterapkan pada seluruh konsep teoretis yang perlu mereka pelajari karena sangat menyenangkan.
Hal ini ditegaskan oleh komentar salah satu mahasiswa (19 tahun):
“Saya merasa seperti tidak berada di kelas untuk belajar … Setiap tantangan dalam game tersebut rasanya seperti misteri yang harus saya pecahkan dan saya puas ketika berhasil mengambil keputusan yang tepat. Saya merasa takjub dengan diri saya sendiri karena dengan mudah bisa menjawab dan menjelaskan setiap tahapan dalam design thinking ketika ditanya oleh dosen saya. Andaikata semua mata kuliah teori bisa dilakukan melalui game, pasti saya bisa menjadi lulusan terbaik.”
Baca juga: Wajib Pajak Kota Batam Makin Patuh
Gamifikasi dari perspektif edukator
Sementara itu, wawancara dengan edukator menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
- Membutuhkan persiapan lebih lama karena ini adalah pendekatan baru dalam mengajar
- Perasaan cemas menghadapi kemungkinan masalah teknis di kelas
- Perasaan bahagia melihat interaksi mahasiswa yang lebih intens daripada kelas tutorial biasa
- Terkejut melihat mahasiswa dapat mengartikulasikan hasil belajar mereka dengan mudah dan tepat setelah memainkan game tersebut
- Termotivasi untuk berpartisipasi dalam perkembangan teknologi pendidikan karena mengalami sendiri engagement dan motivasi mahasiswa yang meningkat melalui serious game ini.
Salah satu edukator (57 tahun) menyebutkan,
“Ketika mahasiswa diminta untuk belajar mandiri di dalam kelas melalui game ini, effort saya tidak sebesar hari-hari tutorial lain untuk memastikan mahasiswa mendengarkan apa yang saya ajarkan agar mereka memahami apa itu Design Thinking. Saya lebih terkejut lagi ketika mendapati hasil belajar mereka di hari itu – penguasaan konsep dasar Design Thinking dengan mudahnya dijawab dengan tepat oleh seluruh mahasiswa yang hadir.”
Data dari learning analytics menunjukkan bahwa dari 1.300 mahasiswa yang terdaftar dalam course yang mengimplementasikan “Blackout” Serious Game, rata-rata login per user mencapai 12 kali. Ini mengindikasikan tingginya rasa ingin tahu mahasiswa untuk memainkan game tersebut, bahkan di luar kelas tutorial.
Data di atas menunjukkan bahwa gamifikasi, dengan ragam tingkat kompleksitasnya, berpotensi menjadi media dan cara belajar yang potensial. Potensi game dalam pembelajaran tidak hanya untuk mendobrak dikotomi antara bermain dan belajar, tetapi juga membuat proses pendidikan lebih efektif dan menyenangkan.
Penulis: Stella Stefany, PhD Candidate , RMIT University
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.