EDISI.CO, BATAM- Gairah ekonomi dalam bentuk munculnya banyak warung di pinggir lapangan menjadi satu dari sekian banyak hikmah dalam gelaran pesta olahraga di pulau pesisir Batam.
Ruang yang selalu warga pesisir manfaatkan untuk menambah penghasilan mereka selain kegiatan utama masyarakat yang rata-rata adalah nelayan tangkap.
Penulis berkesempatan datang langsung ke Pulau Ngenang, Kelurahan Ngenang, Kecamatan Nongsa, salah satu pulau di pesisir Batam yang tengah menyelenggarakan event pertandingan sepakbola antar kampung.
Baca juga: Air Saga, Pulau Indah di Pesisir Batam dan Cerita Niko Black Metal (#1)
Turnamen sepakbola yang berlangsung selama satu bulan tersebut diikuti oleh 64 tim dari berbagai kampung di pesisir Batam dan daerah lain di Kepri.
Setiap harinya, ada 4 tim yang berlaga di dua pertandingan dengan sistim gugur ini, dari pukul 15.00 WIB sampai pukul 18.00 WIB.
Sepanjang gelaran turnamen ini, Kampung Ngenang akan selalu dipadati masyarakat pesisir yang datang bertanding maupun warga pulau lain yang datang sekedar hanya untuk menikmati event tersebut.
Baca juga: Air Saga, Pulau di Pesisir Batam dan Cerita Niko Black Metal (#2)
Massa yang berkumpul dalam satu lokasi menjadi berkah bagi warung-warung sederhana yang menyajikan berbagai penganan.
Simbiosis mutualisme yang sudah berlangsung lama di pesisir Batam ini, terus terjaga hingga sekarang. Entah berapa generasi yang menikmati pesta pesisir yang tergelar secara mandiri ini.
Di Ngenang ini, tidak kurang dari 15 warung berjejer mengitari lapangan sepakbola yang diapit gedung Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Semua warung terisi oleh penonton pertandingan, mereka memesan minuman, makan camilan dan berbagai juadah yang tersedia.
Abdul Muin, warga Kampung Monggak yang datang ke Ngenang untuk bertanding pada Senin (13/6/2022), mengatakan hal semacam ini memang lumrah di tiap kampung yang menggelar event olahraga, baik itu sepakbola, bola voli, dan olahraga lain.
Setiap akan pulang, Muin mengatakan kalau ia dan kawan-kawannya pasti singgah ke warung-warung untuk membeli makanan. Sebagai bekal di kapal atau untuk oleh-oleh.
“Makan di kapal pas pulang itu sedap, apalagi pas menang, tak putus-putus cerita tentang pertandingan,” kata Muin.
Muin membeli dua bungkus sate, makanan ini dibelinya dari warung yang berada di pojok lapangan. Ia dilayani oleh warga Ngenang yang menjadi pemilik warung.
Dua bungkus sate itu masing-masing seharga Rp10.000. Sambil menunggu pesanannya selesai, ia juga membeli Es Cendol seharga Rp5.000 untuk satu gelas.
Selain pesanan Muin, warga tersebut juga melayani banyak pemesan. Ada yang makan di tempat ada juga yang meminta untuk dibungkus agar bisa dibawa pulang.
Kondisi serupa juga terlihat di warung lainnya, ada lebih dari dua orang yang membantu melayani warga yang antusias berbelanja dan menikmati laga sepakbola antar kampung edisi 2022 ini.
Penulis sempat berbincang sebentar dengan pemilik warung sate ini di sela kesibukannya menyiapkan pesanan.
Kata dia, jumlah warung sejak awal turnamen sampai saat ini terus bertambah. Ini berbanding lurus dengan jumlah warga yang datang menyaksikan pertandingan.
Normalnya, jumlah penonton memang akan semakin bertambah dalam setiap putaran. Kampung-kampung yang menang diputaran pertama akan membawa penonton lebih banyak lagi.
Kondisi ini akan dimanfaatkan warga dengan menambah warung dan juadah untuk bisa dinikmati oleh warga yang datang. Dengan harapan akan ada peningkatan omset dari warung-warung mereka.
Sayangnya, penulis tidak sempat mengetahui pendapatannya setiap hari selama gelaran turnamen ini berlangsung. Namun demikian, menyaksikan antusiasme warga yang datang dan memadati warung-warung di sana, rasanya tentu meningkatkan gairah ekonomi yang cukup signifikan.
Muin dan timnya, serta Monggak lain akan kembali datang ke Ngenang pada Rabu (22/6/2022) mendatang mereka akan menghadapi lawan berikutnya di putaran kedua turnamen.
Tentang hikmah lain dari gelaran event olahraga antar kampung di pesisir pulau Batam, akan dibahas dalam tulisan selanjutnya.