EDISI.CO, BATAM– Wali Kota Batam, Muhammad Rudi mempersilakan warga Pulau Rempang untuk datang menemuinya di Kantor Pemerintah Kota (Pemko) Batam. Rudi mengaku akan menerima dan duduk bersama untuk menyelesaikan persoalan yang tengah terjadi di Pulau Rempang.
“Kalau saya tak sempat, mereka datang ke kita. Kita dudukkan, apa yang mau kita selesaikan. Silahkan saja kapan? saya kan Wali Kota mereka, bapak mereka,” kata Rudi yang juga Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Muhammad Rudi saat ditemui usai membuka acara Indonesia Marine and Offshore Expo (IMOX) 2023 di Hotel Radisson, Kota Batam, Selasa (1/8/2023) siang.
Untuk diketahui, rencana pengembangan Pulau Rempang telah diumumkan kepada publik di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, pada 12 April 2023 lalu. Pulau Rempang nantinya akan dibagi menjadi tujuh kawasan. Masing-masing adalah kawasan industri, agrowisata, perumahan, pariwisata, pembangkit listrik tenaga surya, konservasi, dan cagar budaya.
Pengelolaan pulau tersebut nantinya akan diserahkan kepada PT Makmur Elok Graha (MEG).
Bawa Pesan Presiden
Warga Pulau Rempang membawa pesan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada utusan Badan Pengusahaan (BP) dan Pemerintah Kota (Pemko) Batam dalam kegiatan Sosialisasi Rencana Pengembangan Pulau Rempang sebagai Kawasan Rempang Eco-City di Kelurahan Sembulang, Kecamatan Galang, Batam pada Jumat (21/7/2023).
Pesan presiden Jokowi itu terkait larangan mengusik lahan perkampungan yang sudah diduduki warga. Sebagai pengingat untuk perwakilan pemerintah, dalam hal ini BP dan Pemko Batam atas rencana pengembangan Pulau Rempang yang berdampak pada pemukiman warga.
“Konsesi yang diberikan pada swasta maupun pada BUMN, kalau di tengahnya itu ada desa, ada kampung yang sudah bertahun-tahun hidup di situ, kemudian mereka malah menjadi bagian dari konsesi itu, siapapun pemilik konsesi itu, berikan kepada masyarakat kampung, desa, kepastian hukum. Saya sampaikan kalau yang diberikan konsesi sulit-sulit, cabut konsesinya. Saya sudah perintahkan ini,” bunyi pesan Jokowi yang diperdengarkan warga melalui pengeras suara dalam pertemuan tersebut.
Dalam kesempatan tersebut, warga sepakat menyatakan penolakan jika nantinya pengembangan Pulau Rempang akan membuat kampung-kampung yang sudah berpenghuni sejak ratusan tahun harus tergusur. Warga ingin rencana menjadi Rempang sebagai kawasan Eco-City beriringan dengan terjaganya peradaban masyarakat yang sudah ada sejak dulu.
“Kami mendukung 100 persen investor yang mau berinvestasi di sini, tapi dengan catatan kampung-kampung sejarah kami jangan ada relokasi,” tutur Ketua Kekerabatan Masyarakat Adat Tempatan (Keramat) Gerisman Ahmad kepada perwakilan BP dan Pemko Batam serta Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) yang hadir pada kegiatan tersebut.
Baca juga: Sosialisasi Pengembangan Rempang Eco-City, Warga Tolak Relokasi
Gerisman melanjutkan, harta warga yang berada di luar kampung, baik kebun maupun usaha lainnya harus mendapatkan ganti yang menguntungkan sesuai acuan standar nasional.
Selanjutnya, warga juga meminta SDM yang ada di Pulau Rempang tertampung menjadi bagian dari tenaga kerja yang diprioritaskan. Dengan perjanjian yang berkekuatan hukum.
Terakhir, Gerisman meminta pengelolaan CSR perusahaan yang ada di Pulau Rempang ini nantinya dikelola secara terbuka untuk kepentingan masyarakat miskin yang ada di Pulau Rempang ini sendiri.
Rudi menyebutkan, proses pembangunan di Pulau Rempang, tergantung dari penyelesaian administrasi, baik kepada warga yang terdampak maupun pihak-pihak lainnya.
Terkait nasib warga di Rempang sendiri, Rudi tak dapat memberikan jawaban pasti. Ia mempercayakan hal itu kepada Anggota Bidang Pengelolaan Kawasan dan Investasi BP Batam, Sudirmaan Saad
“Ketua tim panitianya adalah Sudirmaan Saad. Sekalian konfirmasi ke dia (Sudirman Saad), supaya informasi yang keluar tidak bertabrakan,” sebut Rudi.
Dalam ksesempatan tersebut, Rudi mengungkapkan konstruksi pembangunan fisik Rempang Eco-City, di Pulau Rempang, KecamatanGalang, Kota Batam, akan dimulai pada bulan September 2023 mendatang.
Hal tersebut menyusul penandatanganan nota kesepahaman yang telah dilaksanakan antara pemerintah Indonesia dengan perusahaan kaca terbesar di dunia asal China Xinyi Glass pada 29 Juli 2023 lalu di Hotel Shangri-La, Chengdu, China.
“Kemarin tanda 29 Juli tak salah ya. Dia minta satu bulan sudah ground breaking. Artinya 29 Agustus ground breaking, berarti September sudah jalan,” ujar Rudi.
Penulis: Irvan F