EDISI.CO, CATATAN EDISIAN– Pembicaraan tentang masalah maritim di Asia Tenggara baru-baru ini berfokus pada isu-isu seperti keamanan, Ekonomi Biru, penegakan hukum, dan perubahan iklim. Namun ada satu tantangan maritim yang kurang dibahas yaitu warisan bawah laut.
Kami adalah para peneliti dalam proyek bertajuk Reuniting Cargoes: Underwater Cultural Heritage of the Maritime Silk Route.
Sejak tahun 1960an, Asia Tenggara mengalami peningkatan besar dalam pengangkatan Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) baik secara komersial maupun ilegal. Barang-barang ini kerap diambil dari tempat yang tidak dilindungi lalu dijual melalui perantara dan balai lelang kepada kolektor dan museum. Dalam proses ini, hubungan benda dengan lokasi aslinya menjadi hilang atau kabur, sehingga nilai budaya dan sejarahnya berkurang.
Proyek ini bertujuan untuk mengatasi tantangan tersebut. Kami mencari tahu benda apa yang berasal dari bangkai kapal, dan bagaimana benda tersebut bisa keluar dari air dan terkumpul.
Untuk melakukan hal ini, kami perlu mencari tahu dari mana asal suatu benda dengan menerapkan metode ilmu arkeologi terkini. Berbicara dengan masyarakat dan pihak berwenang setempat adalah cara penting lainnya untuk mengumpulkan informasi tentang asal muasal kapal karam.
Mempelajari lebih lanjut dan menghubungkan kembali BMKT dapat mengubah cara masyarakat berhubungan dengan benda-benda tersebut. Hal ini dapat meningkatkan pemahaman semua orang tentang artefak-artefak ini melebihi nilai komersialnya.
Apa yang kami lakukan
Kami mempelajari dua koleksi keramik.
Yang pertama berada di Australia, terdiri dari sekitar 2.300 benda yang dibeli dari pasar barang antik di seluruh Indonesia oleh seorang kolektor pribadi selama beberapa dekade.
Koleksi kedua kedua di Indonesia yang berjumlah sekitar 230.000 objek. Koleksi ini dikumpulkan oleh pemerintah Indonesia dan kini disimpan di gudang artefak kapal karam di Jakarta.
Tujuan kami adalah mencari tahu dari bangkai kapal mana barang-barang itu berasal.
Mengapa kami melakukan ini
Bangkai kapal kuno, muatan yang karam dan masa lalu yang tenggelam adalah warisan bawah laut.
Konvensi UNESCO tahun 2001 memprioritaskan perlindungan dan pelestarian situs-situs ini, serta menekankan pentingnya kerja sama internasional untuk mencapai tujuan tersebut. Ide utamanya adalah bahwa warisan budaya (termasuk BMKT) dapat membantu menumbuhkan identitas lokal, nasional, dan regional.
Kami percaya, pengambilan “benda-benda yatim piatu”—BMKT yang ditemukan secara tidak etis, ilegal, atau dengan cara bermasalah lainnya—yang disimpan dalam koleksi pribadi atau institusi dan menghubungkan kembali benda-benda tersebut dengan negara dan komunitas asalnya, merupakan bagian penting dari tujuan yang lebih luas.
Bangkai kapal dan muatannya dapat menjadi lokasi konflik
Dari Amerika Selatan ke Laut Cina Selatan, negara bagian dan aktor-aktor non-negara (seperti wisatawan yang penasaran atau orang-orang yang mencari keuntungan dari bangkai kapal) membuat berbagai klaim mengenai bangkai kapal kuno. Ada yang dimotivasi oleh nasionalisme, ada pula yang dimotivasi oleh uang.
Penting untuk mengingat bahwa komunitas lokal terlibat dengan warisan budaya melalui cara yang unik. Apa yang masuk akal bagi pembuat kebijakan, ilmuwan, atau komunitas di suatu tempat, belum tentu masuk akal bagi mereka yang berada di tempat lain.
Proyek kami berupaya menghubungkan kembali benda-benda yatim piatu. Salah satu contohnya adalah situs bawah air yang telah diselamatkan secara komersial (artinya barang-barang yang ditemukan dan kemudian dijual untuk mendapatkan keuntungan) daripada digali secara ilmiah.
Mengidentifikasi tempat penemuan asli benda-benda yatim piatu ini bukan tanpa tantangan ilmiah, politik, dan hukum.
Namun tantangan ini juga bisa membawa peluang. Proyek ini memerlukan kolaborasi antara mitra proyek dari Indonesia dan Australia. Hal ini membangun kapasitas di kedua sisi. Dalam prosesnya, kami membantu mengembangkan mekanisme yang dapat memandu pengembalian benda-benda warisan budaya lainnya secara lebih luas ke tempat asalnya.
Pariwisata BMKT dan pembangunan berkelanjutan
Bangkai kapal sangat menarik secara ilmiah dan historis. Tapi mereka juga bisa mengungkap ketegangan lokal, nasional dan internasional.
Baca juga: Bang Long terus Semangati Masyarakat Rempang
Ambil contoh, bangkai kapal abad ke-9 yang ditemukan tahun 1998 di perairan dekat Pulau Belitung, Indonesia. Undang-undang Indonesia pada saat itu dengan jelas memperbolehkan operator komersial untuk menyelamatkan kapal karam di wilayah perairannya, meskipun hal ini bertentangan dengan standar internasional yang ditetapkan UNESCO.
Lalu ada kapal Spanyol abad ke-18, San José, yang terletak di perairan Karibia, Amerika, dan merupakan subjek pertarungan hukum multi-negara mengenai siapa yang harus mendapatkan harta karun yang dibawanya.
Di sisi lain, bangkai kapal memiliki nilai politik. Mereka dapat menyatukan orang-orang dengan tujuan atau identitas yang sama. Hal ini dapat diintegrasikan dengan lebih baik ke dalam strategi pembangunan berkelanjutan, termasuk melalui wisata bahari berbasis masyarakat.
Inisiatif wisata BMKT akan memungkinkan masyarakat lokal memperoleh manfaat finansial. Mengadopsi praktik ramah lingkungan juga dapat membantu melindungi ekosistem laut dan memastikan kelangsungan BMKT dalam jangka panjang.
Hal ini akan membantu menumbuhkan perekonomian lokal dengan menawarkan berbagai jenis pekerjaan, tidak hanya sebagai nelayan, sekaligus meminimalkan penjarahan BMKT dan perdagangan gelap.
Inisiatif-inisiatif yang berhasil dalam hal ini sudah berjalan di Indonesia, seperti di Karawang, Jawa Barat, Pulau Abang, Kepulauan Riau dan Tidore, Maluku Utara.
Menyambungkan kembali objek-objek yatim piatu
Benda yatim piatu belum mendapat perhatian yang layak.
Objek-objek seperti ini pada umumnya menjadi semacam ‘kutukan’ bagi para akademisi, karena adanya anggapan bahwa mempelajarinya berarti melegitimasinya.
Kami setuju bahwa ada pertimbangan etis yang penting. Namun kami juga menyadari bahwa objek-objek tak terurus ini merupakan bagian penting dari perdebatan geopolitik dan keamanan maritim yang lebih luas.
Mengecualikan mereka dari studi ilmiah, seperti yang banyak terjadi hingga saat ini, berarti berisiko kehilangan bagian penting dari teka-teki maritim.
Penulis: Natali Pearson, Senior Lecturer, Sydney Southeast Asia Centre, University of Sydney; Martin Polkinghorne, Associate Professor in Archaeology, Flinders University; Nia Naelul Hasanah Ridwan, Maritime-Underwater Archaeologist and PhD Candidate on Archaeology (Humanities), Flinders University, dan Zainab Tahir, Marine Heritage Analyst and PhD Candidate, Flinders University
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.