Ilustrasi Terumbu karang. Dok; Ist.
EDISI.CO, INTERNASIONAL- Dampak aktivitas manusia mulai perubahan iklim sampai polusi “menghancurkan” kehidupan di bawah laut. Hampir 10 persen tumbuhan dan hewan laut terancam punah, menurut laporan Daftar Merah Spesies yang Terancam pada Jumat.
Menurut daftar terbaru ini, lebih dari 1.550 dri 17.903 flora dan fauna laut yang dinilai oleh Persatuan Internasional untuk Pelestarian Alam (IUCN) terancam punah. Daftar ini menjadi barometer keanekaragaman hayati dan diterbitkan beberapa kali dalam setahun.
Baca juga: Benda Misterius Mirip Jejak Sepanjang 24 Meter Ditemukan di Pantai Florida AS
“Ini menunjukkan kita memiliki dampak menghancurkan terhadap spesies laut,” jelas ketua IUCN Red List, Craig Hilton-Taylor kepada Reuters.
“Bawah laut, Anda tidak benar-benar bisa melihat apa yang terjadi. Dan dengan menilai status spesies, itu memberikan kita indikator nyata apa yang sebenarnya terjadi di sana, dan ini bukan kabar baik,” lanjutnya, dikutip dari laman NDTV, Minggu (11/12).
Baca juga: Putin: Kami Tidak Akan Pakai Senjata Nuklir Kecuali Diserang Lebih Dulu
Laporan tersebut dirilis bertepatan dengan konferensi tingkat tinggi (KTT) PBB berkaitan dengan alam di Montreal, Kanada. Dalam KTT tersebut, Sekjen PBB Antonio Guterres mendesak negara-negara di dunia mengakhiri “penghancuran besar-besaran” dan mengesahkan kesepakatan untuk menghentikan dan mengembalikan habitat yang punah.
Hilton-Taylor mengatakan, porsi spesies laut yang terancam punah ini kemungkinan jauh lebih besar daripada data terbaru karena yang dianalisis sejauh ini cenderung spesies ikan yang tersebar luar, yang saat ini tidak terancam.
IUCN menyatakan, populasi dugong, mamalia herbivora gemuk berwarna abu-abu yang umumnya dikenal sebagai sapi laut, turun menjadi kurang dari 250 ekor dugong dewasa di Afrika timur dan kurang dari 900 di wilayah Kaledonia Baru Prancis.
Ancaman yang dihadapi spesies dugong ini adalah kehilangan sumber makanan utama yaitu rumput laut, yang disebabkan eksplorasi minyak dan gas dan khususnya produksi minyak dan gas di Mozambik dan polusi akibat tambang nikel di Pasifik.
Daftar terbaru ini juga meninjau ulang spesies pauhi (abalone), sejenis moluska yang dijual sebagai makanan laut mewah dan ditemukan sekitar 44 persen di spesies pauhi menghadapi kepunahan.
Menurut IUCN, gelombang panas laut yang semakin parah dan kerap terjadi menyebabkan kematian massal pauhi, memicu penyakit dan membunuh sumber makanan mereka.
Karang pilar, spesies Karibia yang menyerupai stalaktit tegak, turun dua kategori dari rentan menjadi sangat terancam punah. Populasinya telah menyusut lebih dari 80 persen di sebagian besar wilayahnya sejak tahun 1990.
“Status menyedihkan dari spesies-spesies ini seharusnya mengagetkan kita dan mendorong kita segera bertindak,” jelas ketua ketua Komite Konservasi Laut Komisi Kelangsungan Hidup Spesies IUCN, Amanda Vincent.