EDISI.CO, BATAM-Gugusan pulau di pesisir Batam menyajikan keelokan alam bahari Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Pulau-pulau kecil, baik yang berpenghuni maupun belum ditinggali manusia memegang perannya masing-masing terhadap ekosistem bahari di perbatasan Indonesia, Malaysia dan Singapura ini.
Pulau Karas di Kelurahan Karas, Kecamatan Galang, Batam adalah salah satunya. Karas yang terdiri atas satu pulau utama yang dihuni lebih dari 3.000 jiwa dan pulau kosong di sisi berhadapan dengan pemukiman warga, masing-masing memberi hikmah bagi makhluk hidup yang ada di sekitarnya.
BACA JUGA: Dianggap Unik dan Indah, Ini Pantai di Rempang Galang yang Sering Diserbu Pengunjung
Perairan di Pulau Karas yang berbatasan dengan Kabupaten Bintan, Kota Tanjungpinang dan Kabupaten Lingga di Kepri menjadi naungan warga di sana yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan. Mereka menggunakan berbagai teknik menangkap hasil laut menyesuaikan dengan kondisi perairan dan pergerakan jenis komoditas laut yang ada di Kawasan tersebut.
Alat tangkap jenis Kelong ini berupa jaring dengan ukuran mata satu Centimeter (Cm) yang dibentuk sebagai perangkap. Menggunakan kayu sebagai rangka yang menegakkan jaring. Kelong dibentuk dengan pintu yang menjorok ke dalam. Sehingga biota laut yang masuk ke dalamnya tidak bisa keluar.
Para nelayan menyebutnya ‘Bunoh’. Dalam satu kelong, terdapat beberapa bunoh. Sehingga membentuk pintu berlapis yang semakin dalam semakin menyempit. Memudahkan nelayan menangkap ikan yang sudah terperangkap.
BACA JUGA: Program PSPK Jadi Model Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Batam
Di bagian lain kelong, dipasang jaring mengarah ke sisi luar untuk menuntun ikan masuk ke bunoh. Jaring-jaring ini disebut penajur yang dipasang di sisi samping dan bagian belakang kelong dengan ukuran panjang tertentu. Semakin panjang penajur, semakin baik untuk kelong.
Warga pulau di pesisir Batam ini juga menggunakan jaring, pancing, bubu, dan berbagai jenis alat tangkap lainnya.
Di pulau kosong yang berhadapan dengan pulau karas, Pulau Anak Karas memberi ruang bagi aktivitas bertelur dua jenis Penyu, Penyu Hijau dan Penyu Sisik. Setiap musim bertelur antara bulan Mei sampai Oktober setiap tahun, penyu akan naik dan membuat sarang meninggalkan telur-telur di sepanjang garis pantai di pulau tersebut.
Dalam beberapa tahun terakhir, tepatnya antara 2017 sampai 2021 ada lebih dari 3.000 telur yang berhasil menetaskan tukik (anak penyu) dan dilepasliarkan di kawasan ini.
Jumlah ini sedikit, karena berbagai faktor yang mempengaruhi kegagalan telur penyu menetaskan tukik. Mulai dari perubahan cuaca; ancaman pemangsa alami; termasuk gangguan manusia. Tingkat kepakaran relawan di lapangan yang masih terbatas, juga memberi ruang atas kondisi ini.
Meskipun demikian, upaya untuk menjaga keberlanjutan aktivitas bertelur penyu di Pulau Anak Karas atau Pulau Lampu, kata orang-orang lokal di pesisir pulau Batam ini, terus dilakukan. Dengan menjaga ekosistem alami pulau.
Upaya menjaga atau penyelamatan penyu di kawasan ini juga dilakukan dengan aktivitas rescue penyu yang terperangkap di alat tangkap nelayan, utamanya di kelong dan jaring. Penyu-penyu yang tertangkap akan diperiksa, dirawat dan dilepasliarkan kembali.
Sampai pertengahan tahun 2022 ini sudah ada beberapa penyu besar, jenis Penyu Hijau dan Penyu Sisik yang berhasil diselamatkan.
Di musim bertelur tahun ini, sudah ada dua sarang penyu di Pulau Lampu. Jumlah itu akan terus bertambah sampai bulan Oktober atau November mendatang. Pada prosesnya, telur-telur yang ada ini akan dijaga oleh warga lokal Pulau Karas yang bernaung dalam Yayasan Penyu Anak Karas Kecil (Pakcik).
Busri, Katua Yayasan Pakcik, menuturkan aktivitas menjaga telur-telur penyu di pulau di pesisir Batam ini dilakukan turun temurun. Dengan cara tradisional yang didapat dari pengalamannya membersamai orangtuanya yang lebih dulu melakukan kegiatan serupa.
Langkah tersebut, dalam beberapa tahun terakhir dibuat lebih rapi dengan pendataan yang lebih spesifik.
Program-program yang menyentuh pada kebermanfaatan kawasan untuk warga karas juga disiapkan walaupun memang belum dilaksanakan.
Bahasan lebih dalam tentang Yayasan Pakcik dan Busri akan disampaikan dalam tulisan selanjutnya. Juga catatan tentang sensasi mencoba sarana transportasi penghubung Karas dengan pulau lain di Kepri.