
Tragedi Kanjuruhan, Malang, Jatim. Dok; Ist.
EDISI.CO, NASIONAL– Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan akuntabilitas negara benar-benar diuji dalam tragedi meninggalnya ratusan supporter sepakbola dalam laga antara Arema FC versus Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang pada Sabtu (1/10/2022) malam.
Untuk itu, kata Usman Hamid, pihaknya mendesak negara untuk menyelidiki secara menyeluruh; transparan dan independen atas dugaan penggunaan kekuatan berlebihan yang dilakukan oleh aparat keamanan serta mengevaluasi prosedur keamanan dalam acara yang melibatkan ribuan orang.
Baca juga: Info Lowker Batam, PT Epson Buka Lowongan
“Penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh aparat keamanan negara untuk mengatasi atau mengendalikan massa seperti itu tidak bisa dibenarkan sama sekali. Ini harus diusut tuntas. Bila perlu, bentuk segera Tim Gabungan Pencari Fakta,” kata Usman Hamid seperti termuat dalam laman amnesty.id edisi 2 Oktober 2022.
Tragedi ini, lanjut Usman, mengingatkan pada kejadian sepak bola serupa di Peru tahun 1964. Dimana saat itu lebih dari 300 orang tewas akibat tembakan gas air mata yang diarahkan polisi ke kerumunan massa lalu membuat ratusan penonton berdesak-desakan dan mengalami kekurangan oksigen.
Peristiwa di Peru dan di Malang tidak seharusnya terjadi jika aparat keamanan memahami betul aturan penggunaan gas air mata.
Baca juga: 7 Sanksi FIFA Menanti, Imbas Tragedi Kanjuruhan
“Tentu kami menyadari bahwa aparat keamanan sering menghadapi situasi yang kompleks dalam menjalankan tugas mereka, tapi mereka harus memastikan penghormatan penuh atas hak untuk hidup dan keamanan semua orang, termasuk orang yang dicurigai melakukan kerusuhan,” tambahnya.
Untuk diketahui, FIFA Stadium Safety and Security Regulation Pasal 19 menyebutkan bahwa penggunaan gas air mata dan senjata api dilarang untuk mengamankan massa dalam stadion. Bahkan dalam aturan itu juga disebutkan bahwa kedua benda tersebut dilarang dibawa masuk dalam stadion.
Paparan gas air mata menyebabkan sensasi terbakar dan memicu mata berair, batuk, rasa sesak di dada dan gangguan pernafasan serta iritasi kulit. Dalam banyak kasus, efek gas air mata mulai terasa dalam 10 hingga 20 menit.
Baca juga: 127 Orang Meninggal di Laga Arema versus Persebaya, LIB Hentikan Sementara BRI Liga 1
Namun demikian, efek gas air mata memiliki dampak yang berbeda ke tiap orang. Anak-anak, perempuan hamil dan lansia lebih rentan terhadap efeknya. Tingkat keracunan dapat berbeda pula bergantung dari spesifikasi produk, kuantitas yang digunakan, dan lingkungan di mana gas air mata ditembakkan. Kontak dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan beberapa risiko kesehatan.
Penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh aparat negara berdampak langsung pada hak untuk hidup, yang dilindungi oleh Pasal 6 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang wajib dipatuhi Indonesia sebagai negara pihak.
Baca juga: Arema Lawan Persebaya, 127 Orang Meregang Nyawa
Oleh karena itu, penggunaan kekuatan harus sesuai dengan perlindungan hak asasi manusia yang ketat sebagaimana diatur secara lebih rinci dalam Kode Etik PBB untuk Pejabat Penegak Hukum (1979) dan Prinsip Dasar PBB tentang Penggunaan Kekuatan dan Senjata Api oleh Pejabat Penegak Hukum (1990).
Penggunaan kekuatan oleh aparat penegak hukum di Indonesia diatur lebih lanjut oleh UU Nomor 39/1999 Tentang HAM hingga Peraturan Kapolri tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Polisi (No. 1/2009)