EDISI.CO, NASIONAL– Indonesia memiliki solusi mengatasi gelombang panas yang melanda kawasan Asia dan sekitarnya. Solusi yang ramah, murah dan telah diakui dunia internasional yang ditandai penghargaan yang diterima penggagasnya.
Tahun 2022 lalu, inovasi Cool Roofs Indonesia memenangkan Million Cool Roofs Challenge, sebuah kompetisi global yang bertujuan untuk mengukur penggunaan atap dingin di negara berkembang yang menderita tekanan panas. Atas kemenangan tersebut Cool Roofs Indonesia menerima hibah sebesar US$750.000.
Sebelumnya inovasi Cool Roofs Indonesia ini juga memenangkan hibah US$125.000 sebagai salah satu dari 10 finalis dalam tantangan 2019, dengan finalis lain dari negara-negara seperti Bangladesh, Filipina, dan Afrika Selatan.
Awalnya, proyek tersebut menyentuh tempat tinggal masyarakat, namun bergeser ke sekolah-sekolah dan tempat beribadah.
“Dari pukul 07.00 sampai 14.00 atau 16.00, anak-anak, khususnya siswa SD, berada di dalam gedung. Jika cuaca terlalu panas, siswa tidak dapat berkonsentrasi dan melakukan tes kognitif lebih buruk di sore hari dibandingkan di pagi hari,” kata Manager Cool Roof Indonesia, Beta Paramita.
Baca juga: DPRD Kepri Berikan Rekomendasi LKPJ Gubernur Tahun 2022
Penurunan Suhu
Dosen Arsitekur di Unipersitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung ini melanjutkan, di Kota Tangerang yang merupakan pusat industri menjadi kota pertama yang bergabung dengan proyek percontohan dan menawarkan ruang atap seluas 15.000 meter persegi. Kota-kota lain yang telah dijangkau proyek ini antara lain Jambi, Palembang, Semarang, dan Pontianak.
“Produk ini kami coba sebarkan ke kota-kota panas,” kata Beta yang berdomisili di Bandung, Jawa Barat.
Sejak memenangkan tantangan, Cool Roofs Indonesia telah menerapkan teknologinya di lebih dari 40 atap bangunan publik dan komunitas, dengan lebih banyak lagi yang akan dibangun. Ini telah melihat beberapa hasil yang dramatis sejauh ini.
Di satu bangunan industri seluas 5.000 meter persegi, suhu dalam ruangan turun dari 40 derajat Celcius menjadi sekitar 29 derajat Celcius. Di tempat lain seperti sekolah, penurunan suhu bisa lebih kecil. Perbedaannya bisa karena jenis bangunan, material dan desain.
“Permukaannya hampir tiga sampai empat derajat lebih rendah. Suhu ruangan (bisa jadi) hanya satu (hingga) satu setengah (derajat lebih rendah), tapi (masih) jauh lebih baik,” kata Sandra Eka Febrina, dosen arsitektur di Universitas Indo Global Mandiri yang berbasis di Palembang.
Link Amerika
Beta mengaakan, produk berbasis Cool Roofs Indonesia mudah diaplikasikan. Merupakan cat yang terdiri atas lapisan primer atau lapisan bawah, yang mengering dalam 30 menit. Dan lapisan yang memantulkan 84 persen energi matahari dan memancarkan 90 persen panas yang diserap.
“Produk tersebut adalah versi cat serupa yang dipatenkan di Amerika Serikat oleh University of Florida dan dua perusahaan bernama Milenium Solutions USA dan WinBuild Inc,” kata Srinivasan, rekan Beta asal Florida yang bertemu pada 2018 ketika dia berada di Bandung memberikan pidato di net-zero bangunan energi
Beta dan Srinivisan sempat bersama bekerja di proyek Departemen Energi AS untuk cat dingin di Afrika Selatan berguna saat mereka mengerjakan proposal untuk Tantangan Sejuta Atap Dingin.
Produk cat primer dan pelapis tersebut telah diproduksi secara lokal sejak 2019. Diproduksi di pabrik yang didirikan di UPI.
Srinivasan yang merupakan direktur Lab UrbSys di Sekolah Manajemen Konstruksi ME Rinker Sr Universitas Florida, mengatakan keputusan untuk memproduksi secara lokal adalah keputusan kolektif.
“Memproduksi di AS mahal, dan kemudian anda harus mengirimkannya ke Indonesia,” kata dia.
Selain menekan biaya, alasan kedua adalah untuk menyediakan lapangan kerja di Indonesia.
Milenium Solutions, kata Beta, tertarik berkolaborasi dengan universitas untuk potensi penelitian. Pada prosesnya, fasilitas di UPI dapat menghasilkan 4.000 kilogram cat primer dan pelapis setiap hari. Dua fasilitas lagi akan didirikan tahun ini dengan mitra universitas di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dan Lampung, Sumatera.
“Proyek ini akan menyisihkan 10 persen dari produksi untuk tujuan tanggung jawab sosial perusahaan, yang akan mencakup sekitar 14.400 meter persegi per tahun. Produk ini gratis untuk bangunan umum seperti sekolah, panti asuhan, dan lembaga keagamaan,” kata Beta.
Untuk pelanggan komersial, produk yang dipasarkan dengan merek BeCool ini masih lebih murah dibandingkan merek lain di pasaran.
“Kami hanya ingin produknya (dapat diadopsi secara luas) di Indonesia dan dengan harga yang terjangkau,” lanjutnya.
Satu set 20 kg primer dan 20 kg pelapis berharga 2,73 juta rupiah (S$247), yang dapat menutupi area seluas 120 hingga 160 m2, tergantung daya serap bahan atap. Satu unit rumah murah di Indonesia — dengan luas rata-rata 36 m² — dengan atap tanah liat akan membutuhkan 13 kg primer dan pelapisan masing-masing.
Dengan hadiah uang sebesar US$750.000 yang akan dicairkan dalam lima tahapan selama tiga tahun, rencananya juga akan mendirikan laboratorium nasional untuk mempelajari sifat-sifat bahan bangunan, seperti berapa banyak panas yang dipantulkan dan diserapnya.