EDISI.CO, NASIONAL– Pemerintah berencana menghapus kredit macet pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di perbankan nasional. Rencana tersebut sudah disetujui Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Pekan lalu, saya bertemu Presiden Jokowi dan Presiden setuju rencana menghapus kredit UMKM yang macet di perbankan,” kata Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (9/8/2023).
Penghapusan kredit macet tersebut senilai total hingga mencapai Rp5 miliar. Namun, untuk tahap pertama, yang akan dihapus yang maksimal kredit Rp500 juta, khususnya bagi debitur Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Meski begitu, kata Menteri Teten, tidak semua kredit UMKM yang macet akan dihapuskan. Akan ada penilaian mendalam terkait misalnya macetnya itu seperti apa dan karena apa. Tentunya, kata Teten, hal itu tidak berlaku bila mengandung unsur pidana atau moral hazard.
Saat ini pihaknya dikatakan Teten tengah menggodok peraturan yang akan memayunginya. Menteri Teten menegaskan, perlunya segera melaksanakan amanat UU Nomor 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
Seperti penghapusan tagihan kredit macet bagi UMKM agar UMKM dapat segera bangkit dari dampak pandemi dan mencapai porsi kredit perbankan sebesar 30 persen pada 2024.
“Prediksi Bappenas pada 2024 kredit usaha perbankan hanya mencapai 24 persen, salah satunya disebabkan tidak lolos Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Presiden ingin porsi kredit perbankan mencapai 30 persen pada 2024,” kata Menteri Teten.
Baca juga: Color Run 2023 Kembali Digelar Dalam Rangka Hari Sumpah Pemuda
UU UUP2SK Pasal 250 dan Pasal 251 mengatur penghapusbukuan kredit macet kepada UMKM untuk mendukung kelancaran pemberian akses pembiayaan kepada UMKM.
Pasal ini memberi payung hukum bagi bank dan lembaga keuangan non-bank BUMN untuk penghapusbukuan dan penghapustagihan kredit macet UMKM untuk mendukung kelancaran pemberian akses pembiayaan kepada UMKM.
Pada rapat koordinasi pembahasan penghapusan piutang macet UMKM pada Mei 2023 dengan bank Himbara, Pegadaian, PNM, dan lembaga penjamin/asuransi, sudah tersusun format data kredit UMKM eksisting dan kriteria kredit yang diusulkan untuk dihapuskan.
“Sudah tersusun data KUR dan non KUR, yang tercut off per 2015,” kata Menteri Teten.
Ia juga menjelaskan, terdapat beberapa aspek syarat untuk UMKM dalam mendapatkan hapus tagih. Aspek syarat pertama, piutang macet UMKM pada bank dan atau lembaga keuangan non-bank BUMN).
Aspek syarat kedua, bank dan atau lembaga keuangan non-bank BUMN telah melakukan upaya restrukturisasi dan atau penagihan secara optimal.
Aspek syarat ketiga, kriteria hapus tagih piutang macet UMKM adalah KUR dan tahap 2 non KUR dengan ketentuan debitur, antara lain:
- Debitur dengan kriteria UMKM (PP 7/2021)
- Debitur KUR dengan akad kredit terhitung sejak tahun 20153
- Nilai maksimum kredit sebesar Rp500 juta (KUR)
- Nilai Maksimum kredit sebesar Rp5 miliar (Non KUR)
- Piutang telah macet (Kol 5) dan sudah dilakukan hapus buku
- Debitur masih bermaksud menjalankan usaha dan mengembangkan usahanya
Tujuan penghapustagihan piutang macet adalah untuk mendukung pemberian akses pembiayaan kembali kepada UMKM. Menteri Teten mencontohkan praktik di negara lain, seperti Irlandia dengan nominal rata-rata yang dihapusbukukan kurang lebih 18,543 Euro.
Dari 200 UKM yang disurvei ditemukan bahwa kredit macet disebabkan pelanggan yang gagal bayar dan keadaan bangkrut. Sedangkan di Amerika Serikat, jangka waktu penghapusan adalah untuk tunggakan agunan lebih dari 2 tahun.
“Pada saat penghapusan, Bank harus mengklasifikasikan utang tersebut sebagai CNC atau close-out,” kata Menteri Teten.