EDISI.CO, BATAM– Warga Pulau Rempang di pesisir Batam, masih terus dibayangi keresahan atas rencana pemerintah membangun Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City. PSN Rempang Eco City yang digaungkan sejak satu setengah tahun belakangan ini, mengancam eksistensi ruang hidup warga Melayu di kampung-kampung di Pulau Rempang.
Selama itu, warga tetap berjuang mempertahankan kampung yang telah mereka huni turun temurun sejak ratusan tahun lalu. Konsekuensi dari perjuangan mempertahankan kampung mereka itu, Warga Pulau Rempang harus berhadapan dengan tim terpadu bersenjata lengkap. Ada warga yang terluka, hingga masuk penjara.
Meskipun demikian, masyarakat Melayu yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan di Pulau Rempang, tetap berjuang. Hingga saat ini, mereka menolak rencana pemerintah menggusur kampung-kampung demi PSN Rempang Eco City.
Seruan penolakan itu mereka sampaikan dalam banyak kegiatan kemasyarakatan. Belum lama ini, warga membuat pernyataan sikap menolak rencana penggusuran di tepi laut. Mereka juga membagikan makanan dan sayur mayur hasil bumi Pulau Rempang.
Bagi Warga Pulau Rempang, menolak rencana relokasi adalah harga mati. Perjuangan mempertahankan eksistensi ruang hidup, tempat yang bukan hanya area masyarakat mencari penghidupan, namun juga ruang tumbuh dan berkembangnya Budaya Melayu, juga jejak sejarah mereka sebagai komunitas masyarakat sejak ratusan tahun lalu.
Yang terbaru, Warga Rempang menggelar peringatan Tahun Baru Islam 1446 Hijriyah/2024 di Kampung Sembulang pada Minggu (28//7/2024). Peringatan tahun baru islam ini tetap mereka laksanakan di tengah keresahan yang mendera.
Kegiatan yang dimulai pada pukul 09.00 WIB ini terdiri atas beberapa acara. Diantaranya Sholawat; ceramah agama; dan penyerahan hadiah bagi pemenang lomba di momen Tahun Baru Islam 1446 Hijriyah ini.
“Perlombaan yang diikuti anak-anak TPA di sini (Sembulang) sebelumnya sudah dilaksanakan. Tinggal penyerahan hadiahnya,” kata salah satu warga.
Warga juga menyerahkan santunan kepada sembilan orang anak yatim. Santunan bagi anak-anak yatim ini menjadi salah satu agenda yang selalu ada dalam kegiatan masyarakat di sini.
Peringatan tahun Baru Islam 1446 Hijriyah ini sempat didatangi oleh beberapa orang yang mengaku sebagai personil TNI. Beberapa orang ini datang dengan menggunakan pakaian bebas. Mereka kemudian bergeser menjauh dari lokasi acara setelah didatangi warga. Setelahnya hadir dua orang personil TNI dari Babinsa Galang.
Baca juga: 79 Tahun Lalu, 1.000 Warga Rempang Dipaksa Pindah ke Pulau Kepala Jeri karena Kedatangan Jepang
Selain menggelar kegiatan bersama, warga Pulau Rempang berjaga di posko yang ada di kampung-kampung mereka masing-masing. Dalam beberapa bulan terakhir, posko di kampung-kampung di Pulau Rempang ini aktif hampir 24 jam.
Di siang hari, kaum ibu yang berkegiatan di posko. Laki-laki berjaga untuk malam harinya. Mereka memastikan orang-orang yang datang ke kampung-kampung memiliki tujuan yang jelas.
Penjagaan kampung yang kembali intensif oleh Warga Rempang ini, karena sebelumnya warga dikejutkan oleh rusaknya salah satu tiang listrik di sana. Sampai saat ini belum diketahui siapa pelaku yang menyebabkan salah satu tiang listrik hampir tumbang ini.
Warga menduga rusaknya tiang listrik ini merupakan bagian dari upaya mengintimidasi warga Pulau Rempang untuk pindah. Sehingga mereka berjaga di kampung masing-masing. Mengantisipasi kejadian serupa terulang.
Sebelumnya, Siti Hawa, Warga Rempang, menuturkan banyak kegiatan yang mereka buat melibatkan masyarakat Pulau Rempang secara luas. Warga bergerak secara swadaya. Kalau ada biaya yang harus dikeluarkan, mereka patungan sesuai kemampuan masing-masing. Pembagian tugas di lapangan, semua bekerja dan di posisi setara.
Apa yang warga lakukan ini sebagai pesan bahwa Masyarakat Pulau Rempang terus bergandeng tangan menjaga kampung dari ancaman penggusuran.
“Kampung kami adalah hak kami. Kami menolak relokasi harga mati,” kata Siti Hawa.
Siti Hawa melanjutkan, mereka yang tinggal di kampung-kampung di Pulau Rempang menolak digusur, karena tidak ingin identitas Melayu yang melekat di kampung-kampung ini hilang. Kampung-kampung yang ada di Pulau Rempang ini menandai adanya masyarakat Melayu di sini.