EDISI.CO, BATAM– Warga Pulau Rempang di pesisir Batam terus berjuangan dari ancaman penggusuran. Perjuangan menolak rencana penggusuran dari kampung-kampung yang telah mereka huni turun temurun sejak ratusan tahun lalu ini, dilakukan sejak rencana pengembangan Pulau Rempang menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City.
Warga Pulau Rempang tetap bertahan meskipun telah mengalami berbagai bentuk intimidasi.
Salah satu bentuk perjuangan warga mempertahankan ruang hidup mereka di kampung-kampung di Pulau Rempang, adalah pembentangan spanduk berukuran besar berisi pesan penolakan atas PSN Rempang Eco City di Kampung Sembulang, Kelurahan Sembulang, Pulau Rempang pada Minggu (4/8/2024) pagi.
Pembentangan spanduk ini dilakukan warga secara bersama-sama. Lalu mereka berkumpul dan membuat pernyataan sikap menolak penggusuran akibat PSN Rempang Eco City.
“Hari ini, Minggu, tanggal 4 Agustus 2024, satu, kami masyarakat Rempang, khususnya Sembulang tetap menolak perampasan atas tanah adat wilayat. Dua, kami menolak perubahan akta pengembangan Rempang Eco City yang ditandatangani Gubernur Kepri pada tanggal 23 Juli 2024. Tolak perampasan tanah adat wilayat, daulat Melayu,” bunyi orasi yang digemakan warga.
Spanduk berukuran besar berisi tulisan Tolak PSN Rempang Eco City dipasang warga di atas bukit. Dalam orasi ini, warga yang hadir juga membawa spanduk dengan ukuran beragam, namun tetap mengisyaratkan pesan serupa, bahwa warga Melayu di Pulau Rempang menolak penggusuran dari kampung halaman mereka.
Warga merasa warisan yang ditinggalkan leluhur mereka dari generasi ke generasi adalah hak yang harus mereka pertahankan. Sebagai identitas budaya dan alasan eksistensi keberadaan mereka selama ini.
“Pokoknya kami menolak relokasi harga mati,” kata salah satu warga.
Baca juga: 3 Faktor yang Menghambat Orang Indonesia menjadi Peneliti Kelas Dunia
Di sisi lain, pemerintah terus berupaya mengajak warga untuk setuju menerima penggusuran. Pemerintah melalui Badan Pengusahaan (BP) Batam tengah membangun pemukiman untuk warga yang terdampak di Kampung Tanjung Banon, Kelurahan Sembulang, Kecamatan Galang. Sampai September 2024 mendatang pemerintah menargetkan 100 rumah terbangun.
Pada prosesnya, penolakan rencana penggusuran yeng terus digemakan warga Pulau Rempang yang berbalas dengan tetap berjalannya pembangunan rumah bagi warga terdampak, dinilai sebagai sikap tidak bijak pemerintah terhadap suara masyarakat.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau, Even Sembiring mengatakan pemerintah seharusnya tidak memaksakan kehendaknya untuk tetap melanjutkan investasi Rempang Eco-City. Sebab mayoritas Warga Pulau Rempang menolak kalau harus tergusur dari kampung mereka.
“Masyarakat Rempang masih tetap ingin hidup dan menjaga tanah adat leluhur mereka yang mereka tempati sejak dulu,” katanya.