EDISI.CO, BATAM– Belum genap seratus hari pemerintahan baru dilantik, Presiden Prabowo Subianto telah memperlihatkan keberpihakannya pada sistem ekonomi kapitalistik. Salah satu bentuk keberpihakan tersebut dapat dilihat pasca kunjungannya ke Tiongkok dengan janji investasi baru sebesar USD10,07 miliar.
Investasi ini disinyalir salah satunya terkait dengan kelanjutan PSN Rempang Eco-City, proyek yang berpotensi menghancurkan daya dukung dan tampung Rempang sebagai pulau kecil sekaligus keberadaan masyarakat adat di atasnya.
WALHI Riau mensinyalir Kunjungan Prabowo ke Tiongkok pada 8-10 November 2024 salah satunya membahas kelanjutan investasi Tiongkok dan Xinyi dalam PSN Rempang Eco-City. Apalagi beberapa investasi miliaran dollar tersebut mencakup pengembangan energi dan hilirisasi komoditi.
Terlebih, tidak lama ini ada pernyataan dari Susiwijono Moegiarso, Sekretaris Menteri Koordinator Perekonomian sekaligus Ketua Dewan Pengawas BP Batam yang berharap situasi di Rempang tetap kondusif agar investasi Xinyi Group dapat berjalan mulus.
Susiwijono juga secara terang-terangan menyatakan upaya relokasi yang sesungguhnya ditolak mayoritas masyarakat menjadi prioritas utama Pemerintah untuk melancarkan PSN Rempang Eco-City.
“Informasi ini jelas sangat menyakiti masyarakat adat dan tempatan Rempang. Belum seratus hari memimpin, ia dan jajarannya malah fokus mengundang investasi yang sama sekali tidak diharapkan masyarakat. Investasi yang tidak mendatangkan kesejahteraan, tapi malah berencana menggusur hingga merampas sumber kehidupan masyarakat termasuk identitasnya sebagai masyarakat adat dan tempatan di Rempang,” sebut Even Sembiring, Direktur Eksekutif WALHI Riau dalam keterangan yang diterima.
Even Sembiring menambahkan harapan kondusifitas yang diikuti permintaan agar masyarakat siap digusur merupakan bentuk nyata intimidasi terhadap masyarakat. Terlebih, mayoritas masyarakat Rempang saat ini masih konsisten bertahan dengan sikap menolak investasi dan relokasi.
“Bayangkan kondisi psikis seorang yang sedang dirampok tapi diminta untuk tetap tenang dan merelakan hak miliknya diambil. Kurang lebih hal inilah yang dirasakan masyarakat dengan pernyataan pemerintah untuk tetap kondusif,” tegas Even.
Menanti Jawaban Surat Pemerintah Tiongkok dan Xinyi Group
Tuntutan masyarakat adat dan tempatan Rempang untuk tidak digusur telah disuarakan sejak awal proyek dicetuskan. Tuntutan tidak hanya disampaikan kepada Pemerintah Indonesia. Masyarakat bersama koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Solidaritas Nasional untuk Rempang juga secara tegas meminta Presiden Tiongkok dan Xinyi untuk menghentikan pendanaan dan investasinya dalam PSN Rempang Eco-City.
Permintaan tersebut disampaikan Masyarakat adat dan tempatan Rempang bersama 78 organisasi masyarakat sipil dalam Solidaritas Nasional untuk Rempang melalui surat yang dikirim pada 24 September 2024. Surat disampaikan melalui email dan kantor Kedubes RRT. Dalam surat tersebut disampaikan agar Xinyi Group membatalkan investasinya di Rempang. Apabila investasi dilanjutkan, keselamatan masyarakat akan terus terancam karena terus didesak untuk menyetujui relokasi (penggusuran).
Surat ini merupakan bentuk protes dan penolakan kedua masyarakat. Sebelumnya, pada 14 Agustus 2024, masyarakat adat dan tempatan Rempang melakukan unjuk rasa di Kedutaan Tiongkok di Jakarta. Karena tidak mendapat tanggapan, langkah protes selanjutnya dilakukan dengan berkirim surat secara resmi. Upaya tersebut hingga saat ini juga belum mendapat respon dan jawaban dari Pemerintah RRT maupun pihak Xinyi Group.
“Kami berharap Pemerintah RRT dan Xinyi Group segera merespons surat ini sekaligus menyatakan komitmen untuk menghentikan investasinya di Rempang. Selain itu, kami juga meminta Pemerintah Indonesia dan RRT memastikan kerja sama hanya dapat diteruskan dengan cara yang bersih, memperhatikan FPIC, melindungi hak asasi manusia, dan keselamatan lingkungan. Bukan dengan cara-cara represif dan manipulatif seperti saat ini,” pungkas Even.
Siaran Pers
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau