
Karyawan Batam TV, Islahuddin (tengah) bersama kuasa hukumnya seusai menyerahkan surat pada manajemen Batam TV-Edisi/ist.
EDISI.CO, BATAM– Karyawan Batam TV melayangkan surat bipartit kepada manajemen perusahaan, pada Selasa (19/8/2025). Surat Bipartit ini diajukan setelah gaji mereka tertunggak hingga empat bulan lamanya. Langkah ini ditempuh karena upaya komunikasi internal sebelumnya tak kunjung mendapat jawaban.
Salah seorang karyawan Batam TV, Muhamad Ishlahuddin, datang ke kantor perusahaan didampingi tim kuasa hukum. Mereka menyerahkan surat resmi bipartit sebagai syarat awal penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
“Awalnya ada sembilan orang yang tanda tangan surat audiensi, tetapi satu per satu mundur karena intimidasi. Tersisa hari ini hanya empat orang yang berkenan untuk maju, dan kami beri kuasa kepada kuasa hukum,” kata Ishlah dalam keterangan yang diterima.
Permasalahan ini bermula sejak Januari 2025. Hingga Juli lalu, sekitar empat bulan gaji karyawan belum dibayarkan. Jumlahnya diperkirakan mencakup sekitar 20 orang, di luar kontributor daerah dan pekerja lepas.
Para karyawan sebelumnya berupaya menyelesaikan masalah melalui jalur internal. Surat audiensi telah dilayangkan, namun tidak pernah dibalas manajemen.
“Kami semula meminta dibicarakan dengan cara-cara baik, tapi tidak direspons,” katanya.
Ishlah yang juga sebagai Sekretaris Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Batam, mengaku memiliki bukti adanya karyawan yang dipaksa menandatangani surat pengunduran diri setelah ikut menandatangani surat audiensi. Bukti itu ia simpan sementara waktu untuk langkah selanjutnya.
Kasus ini turut mendapat perhatian AJI Indonesia. AJI mendampingi karyawan Batam TV untuk memastikan hak-hak ketenagakerjaan mereka dipenuhi.
Kuasa hukum karyawan, Ahmad Fauzi, menyebut keterlambatan pembayaran gaji merupakan pelanggaran serius. Ia merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) No 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
“Gaji adalah hak paling dasar karyawan. Dalam PP itu jelas, keterlambatan pembayaran gaji empat sampai delapan hari dikenakan denda delapan persen per hari. Kalau berlanjut, ada tambahan denda satu persen. Apalagi ini sudah hampir lima bulan, jelas di luar nalar,” ujar dia.
Ia menjelaskan, sesuai UU Ketenagakerjaan, mekanisme penyelesaian dilakukan secara berjenjang. Dimulai dengan bipartit, kemudian tripartit melalui mediasi Dinas Ketenagakerjaan. Jika tetap buntu, berlanjut ke pengadilan hubungan industrial.
“Prosedur ini kami ikuti. Tetapi yang kami sesalkan, karyawan sudah mencoba internal dialog justru malah mendapat intimidasi. Ini yang jadi perhatian kami sebagai tim advokasi,” katanya.
Baca juga: Warga Rempang Terus Jaga Kampung, Suka Ria Berjuang di Momen Agustusan
Fauzi menyebut, praktik intimidasi pekerja tidak sepatutnya masih terjadi di era sekarang, terlebih di perusahaan media.
Sementara itu, kuasa hukum lainnya, Novita Putri Manik, mengatakan surat bipartit yang dilayangkan memiliki batas waktu 30 hari untuk ditindaklanjuti.
“Inti surat kami meminta pertemuan bipartit. Ada jangka waktunya, 30 hari. Kami berharap segera ada pertemuan antara Ishlahuddin dan kawan-kawan dengan perusahaan, agar perkara ini jelas,” ujarnya.
Apabila dalam batas waktu yang ditentukan tapi perusahaan tetap tidak memberikan respons, maka kasus ini akan dibawa ke tahap tripartit. “Kalau tidak ada pertemuan, kami akan langsung lanjut ke Dinas Ketenagakerjaan,” tambahnya.