EDISI.CO – Masyarakat sebelumnya dikejutkan penyanyi Andien membagikan potret seorang ibu membawa poster bertuliskan “TOLONG ANAKKKU BUTUH GANJA MEDIS” saat ia berolahraga di care free day (CFD).
Melihat hal tersebut, penyanyi kelahiran 1985 ini tanpa berpikir panjang langsung menghampiri dan memeluk ibu tersebut. Diketahui, ia membutuhkan ganja bukan untuk hal negatif melainkan demi penyembuhan anaknya bernama Pika yang mengidap cerebral palsy atau lumpuh otak.
Ibu tersebut mengungkapkan jika penyakit anaknya tersebut paling efektif diobati dengan terapi pakai CBD oil. Sayangnya ganja di Indonesia masih dilarang bahkan untuk pengobatan dan masuk narkotika golongan satu.
Padahal, di Thailand baru saja melegalkan ganja medis. Di Amerika Serikat, kurang lebih 37 negara bagian sudah melegalkan penggunaan ganja untuk keperluan Medis Ganja dilegalkan untuk medis dibeberapa negara dikarenakan diklaim dapat digunakan untuk mengatasi gejala dan kondisi medis tertentu, misalnya di Amerika Serikat adalah untuk mengontrol rasa sakit.
Ganja medis juga digunakan sebagai terapi kejang pada penderita epilepsi. Melansir Liputan6.com dri WebMd, ganja mengacu pada tanaman Cannabis sativa. Pada dasarnya, ganja medis adalah produk yang sama dengan ganja rekreasi, tetapi diambil untuk tujuan medis.
baca jjuga: Legalisasi Ganja Medis, Bukan Tanaman Ganja
Tanaman ganja mengandung lebih dari 100 bahan kimia berbeda yang disebut cannabinoids. Masing-masing memiliki efek yang berbeda pada tubuh. Delta-9-tetrahydrocannabinol (THC) dan cannabidiol (CBD) adalah bahan kimia utama dalam ganja yang digunakan dalam pengobatan.
Komponen THC adalah kandungan yang memberi sensasi “high” atau teler,yang sejalan dengan konsumsi ganja. Tapi, komponen CBD memiliki sedikit atau tidak ada THC. Ini membuat CBD dinilai memiliki sedikit sifat.
Hanya Meredakan Gejala Bukan Menyembuhkan
Melansir Healthline, ganja medis digunakan untuk meredakan gejala, bukan untuk mengobati atau menyembuhkan penyakit. Penggunaan ganja medis dapat meringankan gejala tertentu, membuat seseorang merasa lebih baik, dan meningkatkan kualitas hidup.
Ketika THC memasuki tubuh, ia menempel dan merangsang reseptor cannabinoid di otak. Stimulasi reseptor ini mempengaruhi tubuh dengan berbagai cara. Di antara efeknya adalah mengurangi rasa sakit dan peradangan, nafsu makan meningkat, mual, dan insomnia.
Bahan kimia lain dalam ganja yang memiliki efek kesehatan yang menguntungkan adalah CBD. Bahan kimia ini bersifat psikoaktif, namun tidak merusak dan non-euforia, artinya tidak menghasilkan “high” seperti yang dilakukan THC.
baca juga: Pakar Farmakologi dan Farmasi Klinik UGM Bicara Soal Ganja Medis
Melansir Mayo Clinic, kondisi medis yang gejalanya bisa diatasi dengan ganja medis meliputi, penyakit alzheimer, Sklerosis lateral amiotrofik (ALS), HIV/AIDS, Penyakit Crohn, Epilepsi dan kejang, Glaukoma, Multiple sclerosis dan kejang otot, mual atau muntah parah yang disebabkan oleh pengobatan kanker.
Sering Disalahgunakan
Hingga saat ini ganja masih sulit dilegalkan dikarenakan kerap disalah gunakan pengunaanya. Sebab, menggunakan ganja tidak sesuai medis dapat membuat kecanduan.
Mengutip WHO, efek akut penggunaan ganja dapat mengganggu perkembangan kognitif (kemampuan belajar), termasuk proses asosiatif; penarikan bebas item yang dipelajari sebelumnya sering terganggu ketika ganja digunakan baik selama periode pembelajaran dan mengingat.
Ganja juga merusak kinerja psikomotor dalam berbagai tugas, seperti koordinasi motorik, perhatian terbagi, dan tugas operasi dari banyak jenis; kinerja manusia pada mesin yang kompleks dapat terganggu selama 24 jam setelah merokok sedikitnya 20 mg THC dalam ganja; ada peningkatan risiko kecelakaan kendaraan bermotor di antara orang-orang yang mengemudi saat mabuk ganja.
Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan penurunan yang lebih besar, yang mungkin tidak pulih dengan penghentian penggunaan, dan yang dapat mempengaruhi fungsi kehidupan sehari-hari. Dapat memperburuk skizofrenia pada individu yang terkena.
Cedera epitel trakea dan bronkus utama disebabkan oleh merokok ganja jangka panjang, cedera saluran napas, radang paru-paru, dan gangguan pertahanan paru terhadap infeksi akibat konsumsi ganja yang terus-menerus dalam waktu lama.(*)