EDISI.CO, INTERNASIONAL- Penangkapan ikan terukur di Indonesia khususnya pada zona pemijahan (spawning ground) dan asuhan (nursery ground) dan di wilayah ASEAN diyakini bisa berjalan melalui program fisheries refugia.
Seperti termuat dalam laman kkp.go.id edisi Sabtu, 9 Juli 2022, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama negara-negara Asia Tenggara mengembangkan konsep fisheries refugia (refugia perikanan) untuk mendorong tata kelola perikanan berkelanjutan.
Perwakilan Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan (BRPSDI) BRSDM, Astri Suryandari yang mewakili Delegasi Indonesia dan ditunjuk sebagai Alternatate Scientific and Technical Focal Point Proyek Fisheries Refugia dari Indonesia dalam pertemuan internasional di Tahailand 4 sampai 6 Juli 2022, mengatakan konsep fisheries refugia didasarkan pada pendekatan berbasis wilayah untuk pengelolaan perikanan.
Tujuannya untuk mempertahankan habitat sumber daya ikan serta meminimalkan efek penangkapan terhadap stok ikan di area dan pada fase penting siklus hidupnya, yaitu fase pemijahan dan asuhan yang menentukan keberlanjutan stok ikan tersebut.
“Fisheries refugia bukan merupakan wilayah yang tidak dapat dimanfaatkan atau no take zone, tetapi merupakan wilayah yang dapat dikelola secara berkelanjutan dan pada saat tertentu harus ditutup atau closed season demi kepentingan rekruitmen dan kelangsungan hidup spesies sumberdaya ikan tertentu,” kata Astri pada Forum The 6th Regional Scientific and Technical Committee (RSTC) Meeting for the Southeast Asian Fisheries Development Center (SEAFDEC)/United Nations Environment Program (UNEP)/Global Environment Facility (GEF) Project on Establishment and Operation of a Regional System of Fisheries Refugia in the South China Sea and Gulf of Thailand (Fisheries Refugia).
Baca juga: Taba Iskandar Panen Ikan Kerapu Cantang di Pulau Akar
Baca juga: Karimun Akan Jadi Pusat Industri Maritim dan Perikanan di Kepri
Pertemuan regional RSTC merupakan forum untuk menyampaikan perkembangan implementasi capaian kegiatan fisheries refugia yang dihadiri oleh para scientific dan technical focal point serta tim teknis yang melaksanakan kegiatan fisheries refugia di masing-masing negara peserta forum.
Proyek fisheries refugia diinisiasi oleh SEAFDEC, sebuah organisasi regional bidang perikanan yang beranggotakan semua negara ASEAN dan Jepang. Proyek ini salah satunya berfokus pada peningkatan kapasitas dan pengembangan Sumber Daya Manuia (SDM) di bidang perikanan, dengan dukungan pembiayaan dari UNEP dan GEF.
Sejak 2019 Indonesia menjadi salah satu negara yang terpilih untuk menjadi pilot project fisheries refugia bersama lima negara ASEAN lainnya, yaitu Kamboja, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam.
Kepala Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) KKP, Yayan Hikmayani, mengatakan Indonesia sebelumnya telah menetapkan dua lokasi fisheries refugia, yaitu Kalimantan Barat untuk spesies udang penaeid, dan Bangka Belitung untuk cumi-cumi, berdasarkan kondisi habitat dan stok ikan yang terancam.
Sejalan dengan zonasi di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), fisheries refugia identik dengan pengelolaan habitat yang digunakan ikan selama fase pemijahan dan asuhan diyakini dapat diterapkan untuk diimplementasikan pada seluruh WPP Negara Republik Indonesia.