EDISI.CO, YOGYAKARTA– Undang-undang No. 10 Tahun 2009 (UU 10/2009) tentang Kepariwisataan belum mengakomodasi konsep pariwisata bahari (archipelago tourism). Tenaga Ahli Hukum Pusat Studi Pariwisata (Puspar) Universitas Gadjah Mada (UGM), Dian Agung Wicaksono, mengatakan (UU 10/2009) juga belum ada pengaturan mengenai pembangunan budaya pariwisata masyarakat.
Dalam hal perencanaan wilayah, UU 10/2009 juga belum ada pengaturan yang tegas mengenai hierarki perencanaan antara perencanaan ruang dan perencanaan kepariwisataan. Minimnya pengaturan dalam UU 10/2009 mengenai kedudukan hukum Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan (RIPPAR) sebagai dokumen perencanaan.
Baca juga: Citayam Fashion Week Sangat Brilian, Kata Sosiolog UGM
“Juga belum adanya pengaturan tentang mitigasi bencana di destinasi wisata dalam UU 10/2009, dan permasalahan-permasalahan mendasar lainnya yang perlu diperbaiki,” ungkap Dian seperti termuat dalam laman ugm.ac.id edisi 27 Juli 2022.
Masih di laman yang sama, Dian Agung menjelaskan UU 10/2009 mengamanatkan bahwa Kepariwisataan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Sejarah telah mencatat sektor Pariwisata telah menunjukkan kinerja yang sangat baik, namun di masa mendatang banyak hal-hal yang harus diantisipasi seiring dengan perkembangan zaman.
Oleh karena itu, diperlukan perbaikan terhadap UU 10/2009, untuk melengkapi hal-hal yang belum diatur. Beberapa hal yang kurang relevan dan respons terhadap dinamika perubahan yang terjadi di masyarakat.
Baca juga: Singapura Butuh Banyak Tenaga Konstruksi
Beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan menyangkut upaya perbaikan mendasar adalah persoalan pariwisata, lingkungan, sosial budaya, sumber daya manusia dan ekonomi. Juga soal hukum, teknologi informasi, arsitektur, perencanaan wilayah, dan kelembagaan.
UU Cipta Kerja
Direktur Regulasi, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Deputi Bidang Kebijakan Strategis Sabartua Tampubolon, menyampaikan lahirnya UU Cipta Kerja telah merubah beberapa substansi pasal yang ada di Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Bahkan beberapa substansi tidak hanya dirubah tapi dihapus.
Sebagai contoh pada Pasal 14 ayat (2) UU No 10/ 2009 soal Usaha Pariwisata diatur dengan Peraturan Menteri dirubah menjadi Usaha Pariwisata yang akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 56 yang berbunyi Tenaga kerja ahli warga negara asing dihapus menjadi mengembalikan pengaturannya mengikuti sinkronisasi dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan, dan beberapa pasal lain.
Baca juga: Kolaborasi UGM dan Pemkab Serang Kembangkan Wisata Religi Syekh Nawawi Al-Bantani
Beberapa Peraturan Menteri Parekraf sebagai turunan UU Cipta Kerja diantaranya Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 4 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha pada Penyelenggaraan Perizinan berusaha Berbasis Risiko Sektor Pariwisata. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 7 Tahun 2021 tentang Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Ekonomi Kreatif.
“Ada juga Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 8 Tahun 2021 tentang Sanksi Administratif Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor pariwisata dan Ekonomi Kreatif,” katanya, Selasa (26/7) di laman yang sama.
Kepala Badan Keahlian DPR RI, Inosentius Samsul, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, masuk dalam Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2020 – 2024 dengan nomor 162.
Baca juga: 53 WNI di Kamboja Jadi Korban Penyalur Tenaga Kerja Palsu
Urgensi RUU tentang Kepariwisataan, menurutnya, perlu karena beberapa faktor diantara menyangkut pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia di tahun 2020 lalu, dan berpengaruh terhadap jumlah wisatawan, tingkat okupansi, dan penurunan potensi penyerapan tenaga kerja pariwisata.
Belum lagi soal ketidakjelasan hubungan antara pusat dan daerah dalam pengelolaan pariwisata serta kendala pendanaan kelembagaan baik di tingkat pusat maupun daerah. Juga diundangkannya UU tentang Cipta Kerja yang mengubah beberapa ketentuan dalam UU tentang Kepariwisataan.
“Demikian juga menyangkut perkembangan teknologi, informasi, dan komunikasi, seperti pemanfaatan aplikasi berbasis digital dalam mempromosikan objek wisata dan mengembangkan industri pariwisata. Perlu kiranya mengembangkan jenis pariwisata, seperti wisata religi, wisata olahraga, dan wisata kesehatan,” terangnya.
artikel yang sangat bagus