EDISI.CO, NASIONAL– Kelompok masyarakat miskin masih mengalami kendala dalam mengakses bantuan subsidi energi. Kesulitan akses tersebut mendorong potensi hadirnya maladministrasi pada prosesnya, ketika kesulitan-keslitan tersebut tidak lebih dulu ditangani.
Hal ini disampaikan oleh anggota Ombudsman RI, Hery Susanto, dalam acara penyerahan laporan Rapid Assessment/Kajian Cepat Ombudsman RI kepada kementerian/lembaga negara terkait Pembatasan BBM Bersubsidi Melalui Aplikasi MyPertamina seperti termuat dalam laman resmi Ombudsman RI.
Baca juga: Tolak Harga BBM Naik, Ratusan Mahasiswa Gelar Demo di 9 Titik di Jakarta Hari Ini
Menurut Hery, memberikan subsidi secara umum itu bertentangan dengan undang-undang. Kebijakan subsidi energi yang selama ini berjalan juga dinilai masih menuai banyak masalah.
“Konsumen atau pengguna merupakan masyarakat yang menurut undang-undang berhak dan layak menerima serta menikmati subsidi energi yang disediakan oleh pemerintah. Sudah saatnya, pemerintah memastikan kemudahan akses bagi kelompok miskin dalam mengakses subsidi energi,”terang Hery.
Dalam kesempatan tersebut, Ombudsman menyarankan pemerintah melakukan pembatasan distribusi BBM bersubsidi jenis pertalite khusus diperuntukkan bagi sepeda motor dan kendaraan umum. Sedangkan untuk kendaraan pribadi roda empat dikenakan BBM non-subsidi.
“Kami memberikan saran kepada pemerintah untuk membatasi distribusi BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar hanya untuk sepeda motor dan angkutan umum. Kendaraan pribadi roda empat menggunakan BBM jenis lain yang non-subsidi, dalam revisi Perpres No 191 Tahun 2014 Tentang Penyediaan Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak,” ujar Hery
Baca juga: Harga BBM Naik, Anggaran Subsidi Energi Tetap Jebol Hingga Rp653 Triliun
Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang No 30/2007 tentang Energi mengamanatkan penyediaan dana subsidi hanya untuk kelompok masyarakat tidak mampu. Pasal 3 huruf f UU Energi mengamanatkan bahwa Pengelolaan energi ditujukan untuk meningkatkan akses masyarakat tidak mampu dan/atau yang tinggal di daerah terpencil terhadap energi, guna mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata.
Sementara itu dalam UU Migas Pasal 28 ayat (3) menyatakan bahwa dalam menentukan dan menetapkan harga BBM, pemerintah memiliki tanggung jawab sosial terhadap golongan masyarakat tertentu. Dengan demikian, subsidi BBM bukan untuk seluruh golongan masyarakat.
Isi lampiran penjelasan Perpres No 191 Tahun 2014, pada bagian konsumen pengguna transportasi angka 2 menjelaskan bahwa BBM bersubsidi jenis solar tidak boleh dinikmati mobil barang untuk pengangkutan hasil kegiatan perkebunan dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari 6 (enam) buah.
UUD 1945, UU Energi dan UU Migas menjadi landasan hukum bagi pemerintah untuk bisa membatasi subsidi BBM. Pemerintah sudah seharusnya melarang penggunaan BBM bersubsidi bagi kendaraan roda empat ke atas jenis non-angkutan umum.
Baca juga: PT Philips Buka Lowongan 5 Jam lalu, Berikut Detailnya
Kendaraan angkutan umum dan sepeda motor dapat dinyatakan sebagai golongan tidak mampu atau berkaitan langsung dengan hajat hidup orang banyak. Dengan demikian, ini bisa tetap diberikan BBM bersubsidi.
Hery mengatakan, sepeda motor dan angkutan umum adalah moda transportasi yang mengonsumsi Pertalite maupun Solar. Selain itu kedua moda transportasi ini mayoritas digunakan oleh masyarakat ekonomi menengah ke bawah.
Sedangkan kendaraan pribadi roda empat dapat diklasifikasikan sebagai masyarakat kelas menengah ke atas. Sehingga BBM bersubsidi lebih tepat apabila diperuntukkan sepeda motor dan angkutan umum.
Adapun angkutan barang yang menggunakan BBM bersubsidi jenis solar sudah diatur dalam Perpres No 191/2014. Opsi kebijakan pembatasan BBM bersubsidi ini menurut Hery, lebih baik untuk mencegah jebolnya anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) daripada menaikkan harga BBM bersubsidi.