EDISI.CO, BATAM– Upaya perlindungan ekosistem dan penyelamatan penyu di kawasan Pulau Anak Karas, Kelurahan Karas, Kecamatan Galang, pesisir Batam terus berjalan. Ikhtiar itu dilakukan oleh seorang warga Kampung Darat Pulau, Kelurahan Karas, bernama Busri. Orang-orang biasa memanggilnya Bujang.
Pada musim bertelur penyu (Jenis Penyu Hijau dan Penyu Sisik) di kawasan Pulau Anak Karas yang diawasi Busri, tahun 2022 ini, ada 16 sarang penyu. Sembilan sarang alami dan tujuh lainnya merupakan merupakan sarang pindahan dari kawasan rentan, baik di Pulau Anak Karas maupun kawasan di pulau-pulau sekitarnya.
Pada prosesnya, beberapa sarang sudah menetaskan Tukik (anak penyu) dan sudah dilepasliarkan di perairan sekitar kawasan Pulau Anak Karas. Busri kadang menyertakan para tamu yang memang ingin menyaksikan langsung anak-anak penyu menjalani fase kehidupan mereka selanjutnya menuju perairan.
“Sarang alami sudah delapan yang menetas, alhamdulilah tingkat keberhasilan cukup baik tahun 2022 ini,” kata Busri.
Baca juga: PT NOK Precision Batam Tanam 1.000 Bibit Bakau di Sheter Akar Bhumi Indonesia
Sarang alami, kata dia, adalah sarang penyu yang kondisi dan lokasinya tidak berubah sejak awal induk penyu bertelur lalu meninggalkannya. Sarang sarang alami yang berhasil diidentifikasi diberi pengaman berupa kereangkeng dan atap di bagian atasnya, agar pemangsa alami telur penyu seperti Biawak, Tikus dan Berang-berang tidak merusak sarang.
Sarang pindahan atau semi alami, sarang baru hasil relokasi telur dari sarang di mana induk penyu pertama bertelur. Sarang pindahan ini dihadirkan sebagai upaya penyesuaian kondisi sarang yang semula rentan dan rawan kerusakan. Karena berada di bibir pantai atau lokasi-lokasi yang tidak bisa diawasi secara penuh.
Dari delapan sarang alami yang telah menetas, ada 783 tukik yang berhasil menetas dan sekitar 90 butir telur yang gagal menetas. Busri mengatakan, hasil cukup optimal dari proses penetasan alami ke-8 sarang ini, karena ada beberapa perbaikan dari pengawasan telur-telur yang ada.
“Tahun ini memeng kami jaga betul, kami kasi atap dan terpal supaya gangguan cuaca tidak mengganggu penetasan. Tidak basah pokoknya,” kata Busri lagi.
Baca juga: Ketika Warga Mentuda Menagih Kebutuhan Dasar Yang Tak Kunjung Sampai
Sementara untuk sarang pindahan, Busri mengaku masih mencari formula yang pas. Karena dalam dua tahun terakhir, penetasan sarang-sarang semi alami kurang maksimal. Padahal kondisi sarang semi alami yang dibuat, sudah menyesuaikan dengan model sarang alami dimana telur-telur itu diambil.
Dari tujuh sarang semi alami pada musim bertelur tahun 2022 ini, baru satu sarang yang berhasil menetas dan menghasilkan 56 tukik untuk dilepasliarkan. Durasi atau lama waktu menetasnya pun jauh lebih lama dari kondisi normal.
“Kalau misalnya bisa menetas optimal semua seperti sarang alami, tahun ini (2022), ada lebih dari 1.500 ekor tukik yang bisa dilepasliarkan. Tapi kami belum dapat jalannya, kami coba lagi tahun depan,” tutur ayah dua putri ini.
Tukik yang berhasil menetas dari telur di sarang semi alami yang dibuat oleh tim Yayasan Pakcik.
Edisi/BBI
Tahun 2021 lalu, dari 12 sarang dengan total 1.115 butir telur penyu. Hanya berhasil menetaskan 496 tukik untuk dilepasliarkan. Sementara 619 telur lainnya gagal menetas. Telur-telur di sarang semi alami mendominasi kegagalan penetasan musim 2021 tersebut.
Musim ini, Busri yang menjalankan laku menjaga ekosistem penyu dengan model konservasi di bawah naungan Yayasan Penyu Anak Karas Kecil (Pakcik) yang ia gagas, juga melakukan penyelamatan terhadap puluhan penyu yang tersangkut di jaring dan kelong nelayan di sekitar kawasan.
Penyu-penyu yang perlu penanganan seperti pembersihan bagian cangkang dari teritip dan sebagainya, ia kandangkan terlebih dahulu. Setelah bersih lalu dilepasliarkan.
Busri sudah cukup lama mengurusi Penyu di sini. Ia dan warga kampung memang sudah tidak asing dengan hewan yang masuk kategori rentan dan terancam punah ini.
Baca juga: Bandara RHA Dirancang Jadi Trigger Investasi di Kawasan FTZ Batam
Dengan pemahaman terbatas yang didapat secara mandiri selama bertahun-tahun ia mengurusi ekosistem penyu di kawasan Pulau Anak Karas, Busri mengaku itulah upaya terbaik yang bisa ia lakukan.
Rasa sedih dan kecewa ketika banyak telur yang tidak bisa secara maksimal menghasilkan tukik selalu mengemuka, namun tidak banyak yang bisa dilakukannya karena keterbatasan yang ada.
Warga yang tinggal di Kampung Darat Pulau ini mengaku aktivitasnya melakukan identifikasi; pengawasan sarang; penyelamatan penyu dan pelepasliaran tukik cukup menguras energi dan materi.
Kondisi itu, lanjutnya, sudah ia sampaikan kepada pihak terkait, mulai dari unsur pemerintah daerah seperti Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kepri dan Kota Batam; Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Batam; Seksi Konservasi Wilayah II Batam Balai Besar KSDA Riau.
Meskipun demikian, kondisi menantang tersebut, utamanya pada penyiapan operasional identifikasi; pengawasan sarang dan penyelamatan penyu belum juga teratasi. Busri harus jungkir balik sendiri membiayai operasional fase-fase penting dalam proses menjaga penyu dan ekosistemnya di pulau yang berbatasan dengan perairan Kabupaten Bintan dan Lingga ini.
Baca juga: Membangun 77 BTS untuk Menghapus Blindspot Signal di Kepri
Upaya Busri menjaring dukungan dari pihak swasta, memang sudah membuahkan hasil, walaupun belum menyentuh sisi operasional yang menjadi yang terpenting. Tahun 2021 lalu, PT Epson Batam memberi dukungan berupa kerangkeng dan pembangunan kolam asimilasi.
Meskipun demikian, Busri mengaku akan terus melakukan aktivitasnya tersebut. Sesuai dengan kemampuan yang ia miliki. Ia memanfaatkan donasi yang diberikan pengunjung ketika momen pelepasliaran tukik untuk menutupi operasional selama fase identifikasi dan pengawasan, walaupun nilainya jau dari kata cukup. Paling tidak, cukup untuk meringankan beban yang selama ini ia pikul.
Di awal tahun 2022, Busri mengaku antusias dengan fokus pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) yang memfokuskan perhatian pada pengembangan pariwisata berbasis konservasi.
Hal itu disampaikan langsung oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno saat berkunjung ke kampung tua Bakau Serip, Batam pada Selasa (31/5/2022).
Gulungan gelombang pagi yang memutar dan menghempas karapas pelinldung tukik yang masih lembut kembali ke darat.
Edisi/BBI
Saat itu, Sandi menyampaikan konsep periwisata berkualitas dan berkelanjutan harus memiliki unsur rekreasi, edukasi dan konservasi. Tiga unsur ini yang coba didorong oleh Kemenparekraf untuk bisa dihadirkan dari objek pariwisata di Indonesia.
Pada prosesnya, Busri mengaku optimis akan mendapatkan sentuhan dukungan Kemenparekraf karena apa yang dia lakukan termasuk dalam konsep yang dimaksudkan Menparekraf, Sandiaga Uno. Walaupun memang sampai saat ini komunikasi dengan Disbudpar Kota Batam belum sampai pada tahapan tersebut.
Belum lama ini, penulis berkesempatan datang langsung ke Pulau Anak Karas, tempat dimana induk-induk penyu meninggalkan telur mereka untuk dijaga oleh Busri.
Kami beruntung, karena di pagi harinya sarang semi alami menetaskan 56 ekor tukik. Dapat menyaksikan satu persatu tukik keluar menembus ke permukaan pasir setelah lebih dari 60 hari tertanam di kedalam sekitar 40 Centimeter (Cm).
Baca juga: Kampung Tua Bakau Serip Berprestasi, Menteri Sandi Ingatkan Pariwisata Berkelanjutan
Tukik-tukik ini terus bergerak. Mengitari area sarang yang sudah diberi pembatas. Ukuran dan bentuk mereka identik, berwarna abu-abu.
Di sisi timur pantai di Pulau Anak Karas, prosesi pelepasliaran tukik-tukik yang baru saja menetas ini berlangsung. Lubang yang terbentuk dari bekas telapak kaki, tak menghentikan gerak hewan berparuh ini.
Gulungan gelombang pagi yang memutar dan menghempas karapas pelinldung tukik yang masih lembut kembali ke darat.
Pulau Anak Karas
Terletak di bagian ujung Pulau Karas Besar, Kelurahan Karas, Kecamatan Galang, Batam, Pulau Anak Karas ini dikelilingi oleh sebagian besar hamparan pasir putih. Sisi lainnya ditumbuhi Mangrove dan terdapat tumpukan batu-batu berukuran besar.
Di bagian tengah pulau, terhampar tanah datar luas. Ditumbuhi pohon kelapa yang membuat kawasan ini terasa tidak terlalu panas ketika siang hari. Sisi lainnya berupa lahan dengan kontur berbukit, menjadi tempat berdirinya menara suar penanda bagi kapal-kapal besar yang melintasi di jalur ini. Menara suar yang masih beroperasi ini merupakan menara tua yang telah berusia lebih dari 130 tahun.
Di bagian pantainya, dibangun pondok-pondok kecil sebagai fasilitas bagi masyarakat atau wisatawan yang singgah di pulau ini. Juga tersedia kamar mandi dan musola.
Karang yang masih bagus di sekitar pulau ini, cocok untuk mereka yang senang memancing. Pasti akan terpuaskan. Walaupun aktivitas menipu ikan ini dilakukan dari bibir pantai.
Di sore hari, indahnya matahari terbenam dari hamparan pasir yang menjorok ke laut di bagian ujung pulau akan tersaji. Mereka yang pernah datang rasanya pasti akan ketagihan dan memilih untuk kembali lagi.
Menuju Pulau Anak Karas
Ada beberapa alternatif jalur penyeberangan yang bisa digunakan ketika akan berwisata ke Pulau Anak Karas.
Pertama, melalui Pelabhan Rakyat di Pulau Sembulang, Kelurahan Sembulang, Kecamatan Galang. Untuk sampai pelabuhan rakyat tersebut, dari Kota Batam bisa menaiki angkutan umum (Bus) dengan jurusan Sembulang-Jodoh.
Bus yang beroperasi dua jam sekali ini akan berhenti tepat di muka pelabuhan yang terletak di Pulau Rempang, Jembatan 4 Barelang ini.
Kapal penyeberangan menuju Pulau Karas Besar hanya ada tiga kali dalam sehari (pukul 08.00 WIB; pukul 12.00 WIB, dan Pukul 15.00 WIB, dengan biaya Rp40 ribu sekali jalan. Waktu ini disesuaikan dengan jadwal Bus, transportasi yang umumnya digunakan masyarakat pesisir menuju kota. Dari Pulau Karas Besar biasanya Busri akan menjemput dan membawa menuju Pulau Anak Karas.
Jika ingin praktis, bisa meminta diantar langsung ke Pulau Anak Karas, biasanya menggunakan sistem carter dengan biaya sekitar Rp 600 ribu sekali jalan.
Sistem carter ini biasanya dipilih wisatawan karena lebih nyaman, namun ada juga mereka yang memilih cara konvensional karena lebih bisa menikmati sensasi beraktivitas layaknya masyarakat pesisir.
Alternatif penyeberangan lainnya bisa dari Pelabuhan Rakyat Kampung Baru di Kelurahan Galang Baru, Kecamatan Galang. Pelabuhan rakyat ini terletak lebih jauh, tepatnya di Jembatan 6 Barelang. Tapi jarak penyeberangan menuju Pulau Anak Karas menjadi lebih dekat.
Mereka yang menyeberang melalui pelabuhan di Kampung baru, biasanya akan dijemput langsung oleh Busri. Karena di pelabuhan ini tidak ada kapal penyeberangan menuju Karas.
test
test