Semakin mendekati kawasan pelabuhan, sinar matahari petang semakin menyala dari belakang kapal. Membuat penumpang tetap bertahan di posisi mereka. Menikmati keindahan petang di Sungai Sambas sambil berbincang.
Lantunan Azan Magrib membersamai merapatnya kapal di dermaga Sintete. Penumpang bergegas turun. Ada yang sudah ditunggu kerabatnya, ada juga yang masih harus menunggu ketibaan jemputan.
Sebuah catatatan menyusuri Laut Tanjung Uban-Tambelan-Kalimantan
EDISI.CO, KEPRI– Kehadiran KMP Bahtera Nusantara 01 sejak tahun 2020 lalu, lanjut Topan, sudah memberi alternatif atau pilihan penyeberangan orang; barang dan kendaraan. Pada prosesnya, memang sudah ada sebagian kecil masyarakat yang memanfaatkan Roro rute ini untuk membawa barang dan kendaraan mereka.
Namun, masyarakat yang sudah sangat lama menggunakan moda transportasi pelayaran rakyat (Pelra) memerlukan waktu untuk penyesuaian agar dapat memanfaatkan secara optimal. Seperti tempat bersandar kapal; harga tiket dan jadwal keberangkatan kapal. Demikian juga dengan alur logistik yang masuk dan produk perikanan yang keluar Tambelan.
“Proses bisnis masyarakat dengan pemilik kapal juga sudah berlangsung lama, jadi mungkin ada perjanjian yang memang disepakati,” tuturnya.
Topan sesekali menyesap kopi yang tersaji, juga menyambut obrolan dari rekan semejanya dengan bahasa Melayu Tambelan. Beberapa bisa penulis pahami, beberapa lainnya tidak.
Baca juga: Melihat Pesisir Batam dari Sudut Pandang Anak Muda
Ketika Topan dan temannya hanya menyesap kopi, penulis memenuhi meja dengan beragam jenis lauk. Mulai dari isi karang; ikan; ayam dan sayur pagi itu. Tidak ada Bubur Pedas. Penganan yang tersaji, tercicipi semua. Kian berkurang bersama menariknya penuturan Topan tentang Tambelan.
Tak terasa, jeda sekitar dua jam sebelum kapal bertolak ke Sintete, sebagian besarnya penulis habiskan bersama warga Tambelan di warung ini. Di warung yang ternyata dikelola pendatang dari Pontianak, namun telah lama menetap di Tambelan.
Perjalanan berlanjut. Setelah sebelumnya memulai dari mendapatkan motor pinjaman, berkendara menyusuri jalanan Tambelan yang dipagari tembok dan bangunan di sisi daratnya. Pelantar dan pemukiman warga di sisi lautnya. Beberapa masjid berukuran sedang dan besar cukup banyak di pulau ini. Lalu berbincang dengan Topan dan warga Tambelan di warung dan bersua Suhardi di kantornya.
Akhirnya kembali bertemu Risman, bersama pesan warga yang ingin lebih banyak jadwal yang menghubungkan Tambelan dengan Kalbar dan daerah lain di Kepri.
Baca juga: Mahasiswa Unrika Dekatkan Masyarakat Pesisir dengan Dunia Digital
Motor pinjaman juga telah kembali ke pemiliknya di kawasan dermaga, sebelum penulis masuk dan menghilang ke dalam lambung KMP Bahtera Nusantara 01.
Dermaga ini, kata warga, menjadi area hiburan bagi masyarakat di waktu malam. Gerai-gerai di sekitar dermaga buka setiap malam meskipun tidak ada jadwal kapal yang masuk. Menyediakan makanan dan kursi bagi warga yang ingin bersantai bersama keluarga dan teman.
Kapal bersiap untuk meninggalkan dermaga kapal motor penyeberangan Tambelan yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Bintan ini. Berlanjut ke Sintete, lalu kembali lagi ke Tambelan, kemudian mengakhiri rute pendek di Tanjung Uban.
Dengan jarak tempuh setengah dari rute Tanjung Uban-Tambelan, perjalanan Tambelan-Sintete terasa lebih cepat. Lebih-lebih ketersediaan sinyal beberapa jam menjelang ketibaan menjadi kebahagiaan tersendiri, setelah menjalani semua hal di atas kapal. Mulai dari bersosialisasi dengan kru dan penumpang, makan dan istirahat.
KMP Bahtera Nusantara 01 memasuki muara Sungai Sambas sekitar pukul 16.30 WIB. Kapal bergerak lambat saat masuk ke dalam sungai besar tersebut. Para penumpang berdiri di sisi kiri dan kanan kapal, mengambil gambar ratusan kapal nelayan yang tertambat di sisi kiri saat memasuki sungai.
Semakin mendekati kawasan pelabuhan, sinar matahari petang semakin menyala dari belakang kapal. Membuat penumpang tetap bertahan di posisi mereka. Menikmati keindahan petang di Sungai Sambas sambil berbincang.
Lantunan Azan Magrib membersamai merapatnya kapal di dermaga Sintete. Penumpang bergegas turun. Ada yang sudah ditunggu kerabatnya, ada juga yang masih harus menunggu ketibaan jemputan.
Kapal bertambat cukup lama di sini. Pukul 04.00 WIB di hari Jumat (14/10/2022) baru kembali berlayar ke Tambelan.
Baca juga: Usaha Kerupuk Ikan “Endak Teros” Teluk Lengung Tersentuh Dukungan LAZ Batam
Dermaga di Sintete memang tidak memiliki jadwal keberangkatan atau kedatangan secara pasti. Karena menyesuaikan dengan kondisi pasang surut air. Ketika surut kapal yang tengah bersandar tidak bisa keluar. Begitu juga kapal yang akan masuk tidak bisa bersandar karena perairan tersebut dangkal.
Penulis terjaga ketika kapal sudah mendekati perairan Tambelan. Dibangunkan oleh alunan kapal yang menghantam gelombang kecil siang itu.
Penumpang dan porter dari kejauhan sudah nampak bersiap menyambut kedatangan kapal. Bentor dan mobil pickup pun langsung masuk sesaat setelah kapal merapat, memuat logistik dari Sintete untuk diperdagangkan.
Calon penumpang dan pengantar untuk rute Tambelan-Tanjung Uban juga tak kalah ramai. Membuat ruang utama kapal terasa sesak oleh rombongan yang membentuk kelompok memenuhi ruang yang digunakan untuk kendaraan dan barang ini.
Kondisi ini memang tidak berlangsung lama, sudah kembali normal menjelang kapal berangkat karena pengantar tidak lagi berada di kapal dan penumpang sudah menempati ruang yang diperuntukkan untuk penumpang.
Di perjaanan kembali ke Tanjung Uban, penulis bertemu lagi dengan rombongan yang sebelumnya turun di Tambelan. Termasuk truk yang membawa tiang listrik. Kini muatannya adalah kotak plastik pendingin berisi hasil laut Tambelan yang memenuhi bak truk.
Penulis juga bertemu dengan beberapa warga Tambelan yang baru menjajal KMP Bahtera Nusantara 01. Dari mereka, penulis mendapatkan cerita bagaimana Tambelan memiliki daya tarik lain dalam rupa banyaknya Penyu bersarang di pantai di pulau-pulau yang ada di sana. Melengkapi alam Tambelan yang memang sudah indah menarik.
Niat warga untuk mengelola potensi konservasi penyu sebagai bagian dari kegiatan peduli lingkungan sekaligus memberi ruang menambah pendapatan untuk masyarakat, memang sudah ada, namun belum pada pelaksanaan secara teknis.
Berbagai kendala, mulai dari SDM yang belum mumpuni dari sisi pengalaman dan pemahaman, sampai pada dukungan sistem di pemerintah daerah dan kementerian, termasuk aspek aksesibilitas yang dalam beberapa hari ini penulis sering dengar, mengemuka, juga menjadi tantangan untuk mengembangkan kawasan konservasi penyu di Tambelan.
Penulis meyakini pengembangan Tambelan sebagai kawasan konservasi penyu akan menjadikannya daya tarik. Untuk menarik berbagai dukungan dari instansi terkait sehingga akan menghadirkan program-program yang melibatkan masyarakat secara langsung.
Adanya program konservasi ini akan menjadi daya dorong tambahan atas keinginan masyarakat adanya peningkatan frekuensi berlayar kapal rute Tambelan-Tanjung Uban dan Tambelan-Sintete.
Sepanjang tiga hari menuntaskan rute Tanjung Uban-Tambelan-Sintete PP, penulis banyak bertemu dan berbincang dengan masyarakat Tambelan maupun Kalbar di atas kapal. Juga pekerja dari Tanjungpinang yang melakukan kegiatannya di Tambelan.
Ada yang memang sudah beberapa kali memanfaatkan KMP Bahtera Nusantara 01 untuk datang ke Tambelan. Ada juga warga Kalimantan yang baru pertama kali mencoba rute Tanjung Uban-Tambelan-Sintete.
Baca juga: Terus Jaga Tukik dan Ekosistem Penyu di Pulau Anak Karas
Pada prosesnya, keinginan masyarakat akan hadirnya layanan transportasi yang lebih baik, utamanya peningkatan layanan dari KMP Bahtera Nusantara 01 dalam rupa peningkatan rute berlayar, sudah terdengar dan dipahami. Baik itu oleh manajemen KMP Bahtera Nusantara 01 sendiri maupun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bintan dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepri.
General Manager PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Batam, Syamsudin, menuturkan pihaknya terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk menghadirkan perbaikan layanan di setiap rute penyeberangan. Utamanya rute Tanjung Uban-Tambelan yang memiliki daya tempuh cukup panjang dan menantang.
PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Batam bahkan menyiapkan tambahan kapal untuk bisa mengakomodir terlaksananya penambahan frekuensi berlayaran rute Tanjung Uban-Tambelan PP pada 2023 mendatang.
Syamsudin melanjutkan, perbaikan layanan untuk Tambelan, sebagai bentuk hadirnya negara untuk daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Tertinggal berarti memiliki kualitas pembangunan yang rendah, masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional. Lalu, dari sisi geografis berada di daerah terdepan dan terluar wilayah Indonesia.
Lebih jauh, Syamsudin menjelaskan, rencana perbaikan layanan untuk masyarakat ini, tidak serta merta mengubah tatanan yang sudah ada sebelumnya. Meskipun ASDP memiliki layanan untuk orang, barang dan kendaraan, pihaknya tetap menggandeng pelayaran rakyat (Pelra) sebagai mitra yang sudah memulai lebih dulu layanan penyediaan logistik untuk Tambelan, juga transportasi bagi hasil laut dari Tambelan ke Tanjungpinang, Kijang dan Kalbar.