Penumpang sudah mengisi ruang-ruang di sisi kapal. Mengabadikan gugusan pulau yang terlihat semakin jelas. Pulau besar dengan garis pantai berpasir, ditumbuhi pohon kelapa di sisi terdekat dengan garis laut. Juga tumbuhan lain yang menutupi permukaan pulau yang terlihat dari kapal.
Pulau-pulau besar ini bagai benteng kokoh, melindungi pemukiman masyarakat Tambelan yang berada di bagian yang lebih ke dalam.
Sebuah catatatan menyusuri Laut Tanjung Uban-Tambelan-Kalimantan
EDISI.CO, KEPRI– Pelabuhan Penyeberangan Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) Tanjung Uban, Kabupaten Bintan perlahan sibuk siang itu. Gema dan suara suling dari Kapal Motor Penyeberangan (KMP) Bahtera Nusantara 01, sebagai penanda hitung mundur sebelum kapal lepas tali pada Rabu (12/10/2022) pukul 14.00 WIB, mengemuka menggiring penumpang rute Tanjung Uban menuju Pulau Tambelan, lalu ke Sintete di Kalimantan Barat (Kalbar) bergerak masuk.
Warga berduyun berjalan menyusuri sisi kiri dermaga ASDP Tanjung Uban yang memiliki peneduh sampai menuju pintu masuk utama kapal. Dari sisi utama jalan masuk menuju kapal, sebuah truk bermuatan dua tiang listrik dan trafo, bergerak dan lenyap tertampung. Juga kendaraan bermotor lebih kecil lain dan penumpang yang berjalan kaki dengan tentengan di tangan. Semua masuk melalui bagian depan kapal yang bisa dibuka dan tutup.
Pengeras suara dari dalam kapal, memberi arahan kepada penumpang dan warga yang mengantar. Meminta penumpang segera naik. Meminta pengantar untuk kembali ke dermaga di 15 menit menjelang pukul 14.00 WIB atau waktu kapal lepas tali untuk memulai pelayaran menuju Pulau Tambelan.
Kali ini, KMP Bahtera Nusantara 01 memulai pelayaran Tanjung Uban-Tambelan-Sintete di Kalimantan Barat (Kalbar) PP untuk rute pendek sampai tiga hari ke depan. Setelah itu, kapal yang sama akan menempuh rute Tanjung Uban-Matak-Penagi-Serasan dan Sintete PP untuk rute panjang yang memakan waktu 8 hari.
Baca juga: Air Saga, Pulau Indah di Pesisir Batam dan Cerita Niko Black Metal (#1)
Baca juga: Air Saga, Pulau di Pesisir Batam dan Cerita Niko Black Metal (#2)
Kedua rute pendek dan rute panjang ini telah dimulai pada tahun 2020 lalu. Masing-masing rute terjadawal sebanyak dua kali dalam sebulan.
Rute pendek yang menghubungkan Tanjung Uban dan Tambelan di Kabupaten Bintan menempuh jarak 340 Kilometer (Km) atau selama sekitar 16 jam perjalanan. Berlanjut ke Sintete dengan waktu sekitar delapan jam. Untuk rute panjang yang menghubungkan Kabupaten Bintan, Anambas dan Natuna di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) dan Kabupaten Sambas di Kalbar berlangsung sampai delapan hari, pergi dan pulang kembali.
Bersama dengung suling kapal, penulis menyusuri area KMP Bahtera Nusantara 01. Mulai dari lambung kapal tempat memuat kendaraan; ruang penumpang yang berisi kasur bertingkat dan susunan sofa, ruang ini disertai pendingin udara dan layar televisi di beberapa sudutnya, tersedia juga kursi dan meja di ruang terbuka persis di bagian belakang ruang penumpang, tempat ini juga untuk kegiatan penumpang selama perjalanan; musola; kantin dan titik-titik lain yang bisa diakses penumpang.
Penulis bertemu dengan penumpang lain yang akan menuju Tambelan dan Sintete, juga kru KMP Bahtera Nusantara 01 yang menyiapkan keberangkatan kapal.
Beruntung mendapat kesempatan bertemu dengan Kapten KMP Bahtera Nusantara 01, Muksin Sinaga. Ia perkenalkan rekan kerjanya selama melayani masyarakat di perbatasan. Muksin juga ceritakan tantangan gelombang tinggi yang membuat bulu roma berdiri, terlebih ketika ingat kalau perjalanan ini memakan waktu tidak sebentar.
KMP Bahtera Nusantara 01 saat bertolak dari Pelabuhan ASDP Tanjung Uban
Edisi/bbi
Ingatan penulis langsung mengarah pada cerita perjalanan yang dituturkan oleh Rewina Ika Pratiwi, mahasiswa Universitas Gadjah Mada saat menjalani magang di Pusat Studi Sosial Asia Tenggara (PSSAT) UGM.
Ia bercerita tentang perjalanannya ke Pulau Enggano. Terletak sejauh 110 mil perjalanan laut mengarung lautan lepas Samudera Hindia. Pulau ini terpisah sejauh 100 km di sebelah barat daya Pulau Sumatera dengan koordinat 05 ° 23 ′ 21 ″ Lintang Selatan, 102 ° 24 ′ 40 ″ Lintang Timur.
Rewina tuliskan catatan perjalanannya tersebut dalam “Jalan Tak Beraspal Itu Bernama Samudera Hindia: Refleksi dari Enggano dan Melihat Distribusi Logistik ke Beranda Indonesia” saat itu pada 2020, ia tidak jadi menyeberang karena cuaca ekstrim mengharuskan kapal yang ditumpanginya kembali ke dermaga semula, ditunda sampai waktu yang belum ditentukan.
Baca juga: Gairah Ekonomi dalam Gelaran Sepakbola Tarkam di Pulau Pesisir Batam
Berbeda dengan Rewina, kapal kemudian mulai bertolak menjauhi dermaga seiring dengan lepasnya tambatan. Cuaca cerah dan laut siang ini tenang. Menaungi awal perjalanan menuju kecamatan terjauh dan terkecil di dari Kabupaten Bintan.
Sebanyak 5.503 penduduk Kecamatan Tambelan sebagian besar tinggal di Pulau Tambelan dengan luasan 90,96 Km2. Pulau tambelan menjadi satu dari 39 pulau yang berpenghuni di Kabupaten Bintan. Sedangkan 201 pulau lain di Kabupaten Bintan masih kosong atau belum berpenghuni.
Dari total luasan wilayah Kabupaten Bintan sebesar 88.035,54 Km2, hanya 1.946,13 Km2 atau 2,21 persen saja terdiri atas daratan. Sisanya adalah laut yang menjadi penghubung dengan Kabupaten Natuna di mata angin Utara; Kabupaten Lingga di Selatan; Kota Batam dan Tanjungpinang di Barat dan Provinsi Kalbar di bagian Timur.
Di empat jam pertama perjalanan menuju Tambelan, sinyal ponsel tidak lagi ada. Penumpang pun sudah menempati ceruk peristirahatan, memenuhi kasur bertingkat dan sofa di ruang utama. Tersisa beberapa orang saja di bagian belakang kapal.
Keterbatasan jaringan ponsel ini, penulis ketahui dari salah satu kru kapal. Kondisi ini, kata dia, akan berlangsung sampai menjelang tiba di Tambelan. Sinyal di Tambelan sendiri, juga sangat terbatas, hanya bisa digunakan untuk melakukan panggilan saja, tidak bisa digunakan untuk kegiatan dalam jaringan (Daring).
Beberapa orang penumpang yang penulis temui di perjalanan menuju Tambelan, baik yang akan turun di sana maupun mereka yang akan melanjutkan perjalanan ke Sintete, memberi kesan positif mereka tentang armada penghubung di perbatasan ini.
Ada yang sudah beberapa kali menggunakan KMP Bahtera Nusantara, ada juga yang baru pertama kali mencoba.
Dari mereka, penulis mendengarkan hal ikhwal tentang akses dari dan menuju Tambelan yang memegang peran penting bagi masyarakat Tambelan. Termasuk kabar baik tentang hadirnya pilihan armada penyeberengan dari Tambelan ke Tanjung Uban dan Sintete.
Aroma bumbu mie instan cup mewarnai bincang santai kami, sungguh menggoda. Tak heran ia menjadi persediaan terbanyak di kantin kapal. Penunda lapar sekaligus tameng atas dinginnya malam di laut menuju Tambelan.
Baca juga: Zahrin Rahmat, Warga Pesisir yang Dulu Ditertawakan, kini Jadi Panutan dan Raih Penghargaan
Kecamatan Tambelan sebenarnya memiliki infrastruktur bandara yang memberi alternatif transportasi menuju Kota Tanjungpinang. Bandara Tambelan mulai beroperasi sejak Agustus 2020 lalu dan melayani dua penerbangan PP setiap minggunya. Penerbangan perintis yang terjadwal dua kali dalam seminggu ini, menyediakan layanan dengan kapasitas 12 penumpang dalam setiap penerbangannya.
Meskipun demikian, keberadaan transportasi laut tetap menjadi hal utama. Karena daya tampung transportasi udara belum dapat mengimbangi peran kapal-kapal pengangkut hasil laut Tambelan ke Sintete dan Kepri maupun sebaliknya. Juga membawa penumpang dalam jumlah banyak.
Cuaca cerah dan laut yang tenang membersamai sepanjang belasan jam perjalanan kami bersama KMP Bahtera Nusantara 01 sampai menjelang tiba di Tambelan.
Penulis menutup malam di laut tambelan dengan istirahat. Memanfaatkan lamanya perjalanan dengan banyak tidur berujung pada segarnya badan di pagi hari. Menambah antusias menyaksikan gugusan pulau-pulau besar di kecamatan terjauh di Kabupaten Bintan ini sudah mulai terlihat menyambut kedatangan kapal.
Penumpang kapal sudah mengisi ruang-ruang di sisi kapal. Mengabadikan gugusan pulau yang terlihat semakin jelas. Pulau besar dengan garis pantai berpasir, ditumbuhi pohon kelapa di sisi terdekat dengan garis laut. Juga tumbuhan lain yang menutupi permukaan pulau yang terlihat dari kapal.
Pulau-pulau besar ini bagai tembok, melindungi pemukiman masyarakat Tambelan yang berada di bagian yang lebih ke dalam.
Kapal bersandar di pelabuhan ASDP di Tambelan pada Kamis (13/10/2022) pagi sekitar pukul 08.00 WIB. Pelabuhan ini cukup berjarak dengan pemukiman. Namun rumah-rumah penduduk tetap terlihat jelas dari atas kapal yang sudah mantap bersandar.
Mualim 1 KMP Bahtera Nusantara 01, Risman, menuturkan kalau kapal akan bertambat sampai pukul 10.00 WIB, kemudian melanjutkan pelayaran ke Sintete. Di jeda sebelum pelayaran selanjutnya ini, memberi sedikit ruang untuk penulis mengekplorasi Tambelan. Birbincang bersama warga di kedai makan dan berjumpa dengan sekertaris camat (Sekcam) Tambelan, Suhardi di kantornya–dari sini, pengelihatan penulis tentang Tambelan kembali menangkap keindahan tersendiri.
Baca juga: Membersamai YAKIN Menyisir Pesisir
Pelantar yang menjulur dari bibir pantai ke tengah menuju laut sebagai menghubung rumah-rumah warga, mendominasi pemandangan dari kantor Kecamatan Tambelan. Bandara Tambelan yang terletak di seberang, juga terlihat cukup jelas. Pun laut di perairan Tambelan, terlihat begitu bening. Pemandangan yang membuat lupa kalau untuk sampai ke sini butuh mengarungi laut 16 jam lamanya.
Suhardi tidak sempat bercerita banyak, memang durasi pertemuan kami sangat singkat. Kurang dari 15 menit agaknya. Ia memaparkan informasi administrasi tentang Kecamatan Tambelan. Juga sedikit cerita perjalananannya mengabdi untuk Tambelan sejak tahun 1996. Mulai bertugas sebagai tenaga medis, hingga bertemu jodoh dan menjadi Sekcam di Tambelan sampai sekarang.
Di akhir pertemuan singkat kami, Suhardi menuturkan peningkatan akses dari dan ke Tambelan menjadi sesuatu yang penting dan terus ia dan warga suarakan. Baiknya akses, akan mempengaruhi kualitas ekonomi; sosial budaya dan aspek lainnya.
Selama ini, kata dia, kehadiran KMP Bahtera Nusantara 01 menjadi alternatif yang sangat disyukuri masyarakat. Armada yang memberikan kenyamanan dan keamanan dalam menempuh perjalanan panjang di laut yang tidak selalu tenang.
Harapan warga, kata dia, ingin ada tambahan frekuensi berlayar KMP Bahtera Nusantara 01 untuk rute Tanjung Uban-Tambelan-Sintete. Rute yang saat ini hanya ada dua kali dalam sebulan, bisa diperbanyak menjadi 4 kali dalam sebulan, sehingga warga tidak terlalu lama menunggu.
“Pengaruhnya luar biasa. Kami bahkan minta rute untuk Tanjung Uban-Tambelan-Sintete ditambah. Masyarakat senang dengan Roro karena lebih cepat,” tutur Suhardi.
Sebelum sampai di salah satu ketinggian Tambelan dan berbincang dengan Suhardi, penulis lebih dulu menyusuri jalanan Tambelan dengan motor pinjaman. Beruntung ada warga yang berbaik hati merelakan kendaraannya. Mendukung misi lain penulis, berburu Bubur Pedas yang menjadi penganan khas Tambelan.
Di salah satu warung, penulis bertemu beberapa warga. Mereka duduk di bagian beranda warung, persis di sebelah pintu masuk. Warung ini menjadi penghalang antara jalan utama Kecamatan Tambelan dan garis pantainya. Sebagian besar rumah warga juga berada di posisi yang sama dan sampai ke laut. Sementara bangunan seperti masjid; sekolah; kantor kecamatan berada di sisi darat jalan. Juga ada beberapa rumah warga.
Salah satu sudut Kecamatan Tambelan
Edisi/BBI
Di depan warung, beberapa pemuda tengah membetulkan konstruksi rumah. Bagian dalam rumah ini berisi barang dagangan seperti sembako dan kebutuhan masyarakat di sini.
Topan, satu dari empat atau lima warga yang duduk di warung tersebut menyapa, bertanya maksud kedatangan penulis di Tambelan. Setelah berkenalan dan menyampaikan niat kedatangan sebagai pembuka obrolan, perbincangan kami kemudian mengerucut pada bagaimana transportasi laut memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat Tambelan. Hal yang ternyata senada dengan apa yang disampaikan Sekcam Tambelan setelahnya.
Topan bertutur, selama ini gerak ekonomi masyarakat tambelan bergantung pada hadirnya kapal-kapal ikan yang mengangkut hasil laut ke Kalbar; Tanjungpinang dan Kijang. Arus logistik yang menjadi kebutuhan warga seperti material bangunan; sembako; sayuran; BBM juga diangkut melalui kapal tersebut.
Warga yang ingin bepergian keluar atau datang ke Tambelan juga memanfaatkan kapal logistik dan perikanan ini, selain menggunakan kapal perintis milik Pelni, Sabuk Nusantara. Butuh waktu tidak kurang dari 24 jam untuk sampai ke Tanjungpinang dari Tambelan. Jika cuaca sedang tidak baik, bisa lebih lama lagi. Aktivitas tersebut masih berlangsung sampai sekarang.
Baca juga: Mengantar Dua Anak Suku Laut Menggapai Mimpi