EDISI.CO, INTERNASIONAL- Menjelang konferensi iklim COP27 pada 6 November mendatang, wakil presiden Google untuk bidang teknik dan respons krisis Yossi Matias, mengumumkan bahwa perusahaannya telah memperluas jangkauan sistem Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan prediksi banjir milik mereka ke 18 negara lainnya.
Dilansir dari The Verge dan Engadget pada Jumat (5/11), negara-negara tersebut merupakan negara yang berlokasi di daerah aliran sungai, yaitu Brasil, Kolombia, Sri Lanka, Burkina Faso, Kamerun, Chad, Republik Demokratik Kongo, Pantai Gading, Ghana, Guinea, Malawi, Nigeria, Sierra Leone, Angola, Sudan Selatan, Namibia, Liberia, dan Afrika Selatan.
Baca juga: Pengembang Game Asal Seattle Spry Fox Bergabung dengan Netflix
Sebelumnya, Google telah menawarkan peringatan banjir ini kepada pengguna di India dan Bangladesh melalui perangkat Android dan smartphone yang telah menginstal aplikasi Google Search.
“Perluasan cakupan geografis ini dimungkinkan berkat terobosan terbaru kami dalam model prakiraan banjir berbasis AI, dan kami berkomitmen untuk memperluas ke lebih banyak negara,” kata Matias dalam sebuah postingan di situs resmi Google, Rabu (2/11).
Baca juga: Lawan Disinformasi Kesehatan, YouTube akan Verifikasi Kanal Dokter Terpercaya
Selain itu, Matias juga memperkenalkan peta prakiraan banjir bernama FloodHub untuk 18 negara tersebut. Ia berharap alat ini akan membantu orang-orang yang berisiko terkena dampak banjir, serta membantu organisasi dan pemerintah dalam memobilisasi tanggapan mereka.
Matias mencatat bahwa kerusakan bencana banjir mempengaruhi lebih dari 250 juta orang setiap tahun. Menurutnya, pemanasan global kemungkinan akan mengakibatkan lebih banyak banjir, yang membuat sistem deteksi seperti ini menjadi sangat dibutuhkan.
Di samping itu, teknisi perangkat lunak Google Sella Nevo menjelaskan bahwa dengan menggunakan data prakiraan cuaca, Google dapat memberikan peringatan banjir bahkan seminggu sebelum peristiwa terjadi. Sedangkan sebelumnya menggunakan data pengukur ketinggian air, yang hanya bisa memberi peringatan dini pada 48 jam sebelum peristiwa.
Selain alat untuk memprediksi banjir, Google juga memanfaatkan AI untuk mendeteksi kebakaran hutan menggunakan machine learning untuk meningkatkan deteksi dan pemantauan kebakaran dengan memanfaatkan data dari National Oceanic and Atmospheric Administration dan satelit NASA.
Fitur ini tersedia di Google Search dan Google Maps untuk wilayah AS, Meksiko, Kanada, dan beberapa bagian Australia.
“Google mendeteksi batas api menggunakan model AI baru berdasarkan citra satelit dan menunjukkan lokasi real-time mereka di Penelusuran dan Maps,” kata Matias.
Ia juga menyinggung beberapa pekerjaan lain yang dilakukan Google dan perusahaan induk Alphabet untuk mengurangi perubahan iklim, seperti sistem bertenaga AI untuk membuat lampu lalu lintas lebih efisien dan mengurangi polusi dari mobil yang tidak beroperasi.
Sementara itu, Mineral, sebuah proyek yang berada di bawah divisi X moonshot Alphabet, berusaha membuat sistem pangan global lebih berkelanjutan dan produktif.