EDISI.CO, TEKNOLOGI- Nampaknya Vietnam dan India mendapatkan untung dari perselisihan Amerika Serikat (AS) dengan China soal ekspor chip. Pada Oktober lalu, pemerintah Biden mulai mewajibkan perusahaan AS untuk mendapatkan lisensi bila akan mengekspor semikonduktor canggih atau peralatan manufaktur ke China.
Tak hanya itu saja, mereka yang berurusan dengan China memerlukan persetujuan Washington jika mereka menggunakan peralatan AS untuk memproduksi chip kelas atas khusus untuk dijual ke China.
Baca juga: Ilmuwan Temukan Cara Penyandang Tunarungu Mampu Menikmati Musik
Di sisi lain, dalam beberapa tahun terakhir, pembuat chip yang pernah tertarik pada daya saing China dalam pembuatan chip harus menghadapi kenaikan biaya tenaga kerja di China, gangguan rantai pasokan akibat pembatasan Covid-19, dan meningkatnya risiko geopolitik.
Lantaran sederet persoalan itu, pembuat chip yang berfokus pada China ini sekarang menemukan cara baru untuk mereplikasi lini produksi tersebut di tempat lain. Ditambah pula, adanya depresiasi biaya peralatan yang tinggi untuk memproduksi chip ini.
Baca juga: Twitter Bakal Tarik Biaya Lebih Mahal Pengguna Centang Biru dari Apple
Singkatnya, mereka ingin pindah ke tempat terdekat sehingga produksi dan hasil dapat seefisien mungkin. Direktur Eksekutif Deloitte, Jan Nicholas mengatakan Asia Tenggara telah menjadi pilihan alami bagi pabrik yang ingin pindah ke luar China.
“Ketika Anda membuat keputusan investasi yang sebesar itu, yang memiliki masa manfaat yang panjang untuk sebuah pabrik, Anda cenderung menghindari situasi berisiko. Semakin banyak ketidakpastian, semakin banyak perusahaan ini akan lari ke arah yang lebih banyak memiliki kepastian,” kata Nicholas, seperti dikutip dari Reuters, Jumat (16/12).
Asia Tenggara juga dapat dilihat lebih menarik daripada produsen chip seperti Korea Selatan dan Taiwan karena persepsi netralitas kawasan tersebut di tengah ketegangan perdagangan yang sedang berlangsung antara AS dan China.
“Korea Selatan dan Taiwan tidak dapat menyamarkan diri mereka sendiri, tetapi negara-negara seperti Vietnam, India, dan Singapura memposisikan diri mereka sebagai jalan ketiga, jembatan netral antara dua raksasa,” ucap Sarah Kreps, Direktur Lab Kebijakan Teknologi Universitas Cornell.