EDISI.CO, BATAM– Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menilai warga yang bermukim di Pulau Rempang dan Galang, Batam, Kepulauan Riau (Kepri) berhak atas tanah tempat tinggal yang telah didiami turun temurun sejak ratusan tahun lalu. Hak tersebut seharusnya didapat masyarakat Rempang dan Galang melalui program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), baik itu melalui skema redistribusi maupun relegalisasi.
“Program TORA itu seluas 9 juta hektar. Skema Tora itu ada dua, ada redistribusi dan relegalisasi. Kalau masyarakatnya sudah ratusan tahun tinggal di sana, seharusnya relegalisasi. Itu bukan salah mereka, kemana negara? Kenapa mereka (warga) tidak mendapatkan hak relegalisasi dari dulu. Ngapain aja kerja negara? siapa yang mereka relegalisasi?” tutur Direktur Eksekutif Daerah WALHI Riau, Boy Jerry Evan Sembiring saat dihubungi pada Sabtu (12/8/2023).
Rencana pemerintah yang akan mengembangkan Pulau Rempang dan Galang sebagai kawasan ekonomi Baru di Indonesia, lanjur Jerry, tidak boleh mengabaikan masyarakat yang sudah lebih dulu membangun peradaban di sana. Apalagi penekanan keberpihakan terhadap masyarakat disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rapat koordinasi terbatas penyelesaian konflik pada tahun 2019 lalu.
“Konsesi yang diberikan pada swasta maupun pada BUMN, kalau di tengahnya itu ada desa, ada kampung yang sudah bertahun-tahun hidup di situ, kemudian mereka malah menjadi bagian dari konsesi itu, siapapun pemilik konsesi itu, berikan kepada masyarakat kampung, desa, kepastian hukum. Saya sampaikan kalau yang diberikan konsesi sulit-sulit, cabut konsesinya. Saya sudah perintahkan ini,” bunyi pesan Jokowi.
Baca juga: Warga Rempang Bawa Pesan Jokowi yang Larang Gusur Kampung pada Utusan BP dan Pemko Batam
Pesan Jokowi ini juga pernah diperdengarkan warga melalui pengeras suara dalam sosialisasi yang dilakukan Badan Pengusahaan (BP) Batam, Pemerintah Kota (Pemko) Batam dan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kepri, terkait rencana pengembangan Pulau Rempang menjadi kawasan Rempang Eco-City di Kelurahan Sembulang pada Jumat (21/7/2023) lalu. Saat itu, Direktur Pengamanan Aset (Dirpam) BP Batam, Brigjen Pol Mochammad Badrus hadir mewakili BP Batam, juga Sekertaris Daerah Kota Batam, Jefridin Hamid mewakili Pemko Batam.
“Presiden Jokowi itu pada 2019, punya janji ketika rakor terbatas penyelesaian konflik. Dia bilang kalau ada warga yang terlebih dahulu ada, itu perusahaannya yang harus dicabut bukan masyarakatnya yang diusir. Sekarang Pemerintah Batam dan Pemerintah Pusat sedang melakukan pembangkangan pada kebijakan negara, terhadap konstitusi kita,” kata Jerry lagi.
Untuk diketahui, Pada 12 April 2023 lalu, diluncurkan program Pengembangan Kawasan Rempangdan Galang di Sekretariat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, Rabu (12/4/2023). Pulau Rempang akan dijadikan sebagai The New Engine of Indonesian’s Economic Growth dengan konsep “Green and Sustainable City”.
Anggota Bidang Pengelolaan Kawasan dan Investasi BP Batam, Sudirman Saad, mengatakan pengembangan Pulau Rempang dan Galang dengan investasi senilai Rp381 triliun akan terbagi dalam tujuh zona. Informasi tersebut diketahui saat rapat antara BP Batam dan pihak pengembang Pulau Rempang, PT. Makmur Elok Graha (MEG) pada Jumat (14/4/2023) lalu.
Ketujuh zona itu diantaranya Rempang Integrated Industrial Zone; Rempang Integrated Agro-Tourism Zone; Rempang Integrated Commercial and Residential; Rempang Integrated Tourism Zone; Rempang Forest and Solar Farm Zone; Wildlife and Nature Zone; dan Galang Heritage Zone.
Investasi dan Warga
Jerry menegaskan warga tidak boleh manjadi korban, apalagi dalihnya adalah investasi. Seandainya ada rencana pengembangan bisnis, itu harus ada persetujuan warga.
“Pola kemitraannya, ownershipnya harus di warga. Kalau tidak, itu adalah tindakan dan kebijakan struktural yang pasti memiskinkan warga. Ownership itu tidak boleh hilang, yang menumpang itu perusahaan, pemerintah, bukan masyarakatnya,” kata dia lagi.
Baca juga: Sosialisasi Pengembangan Rempang Eco-City, Warga Tolak Relokasi
Lebih jauh, Jerry mengatakan pihaknya melihat kebutuhan warga tidak hanya sebatas area di sekitar tempat tinggal mereka saja. Lebih dari itu pada keseluruhan pulau sebagai ekosistem yang akan mendukung masyarakat tumbuh dan berkembang. Dengan begitu, masyarakat akan berdaya menghasilkan pangan di lokasi yang ada ketika krisis pangan.
Pada posisi ini, Jerry mengatakan pemerintah harus menunjukkan kepada siapa keberpihakannya. Pada masyarakat atau justru mendukung investasi yang mengancam peradaban warga pesisir yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Membuat masyarakat bingung.
“Nah ini Pemerintah Batam harus kasi tunjuklah, keberpihakannya pada siapa, sama investasi itu atau dengan masyarakat. Tegas aja sikapnya, tidak ada alasan untuk mengambil sikap dua kaki. Nah bagi kami apapun bentuknya, mau itu resettlement atau relokasi, itu tetap saja penggusuran, yang dimenangkan siapa? investasi bukan rakyat,” tutur Jerry lagi.
Ketua Kekerabatan Masyarakat Adat Tempatan (Keramat) Rempang dan Galang, Gerisman Ahmad, menuturkan pihaknya menunggu kehadiran Wali Kota Batam yang juga Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, untuk hadir di tengah-tengah masyarakat Rempang dan Galang untuk memberikan penjelasan. Meskipun demikian, suara warga yang tegas menolak untuk pindah dari kampung-kampung mereka terus disuarakan, termasuk dalam pertemuan bersama Pemko dan BP Batam pada 21 Juli 2023 lalu.