EDISI.CO, BATAM– Ribuan massa yang tergabung dalam Aliansi Pemuda Melayu dan masyarakat pesisir menggelar aksi di depan gedung BP Batam, Rabu (23/8/2023) pagi.
Pantauan dilokasi, massa memenuhi bundaran BP Batam dan membawa sejumlah sepanduk yang berisi tuntutan mereka.
“Tanah ulayat tanah adat. Ini tempat rakyat Rempang berdaulat,” bunyi tulisan pada spanduk berlatar putih yang dibawa massa aksi.
“Rakyat menangis, negeri mengais,” bunyi tulisan lainnya.
Baca juga: Belasan Motor Mogok setelah Terjang Banjir di Batu Aji
Dalam aksi yang dimulai sejak pukul 09.30 WIB tersebut, koordinator aksi, Mulyadi menyampaikan empat tuntutan.
“Pertama, menolak tegas relokasi 16 titik kampunh tua yang berada di Rempang Galang,” ujarnya.
Kedua, lanjut Mulyadi, meminta untuk membubarkan BP Batam. Selanjutnya, massa aksi juga meminta pengakuan terhadap Tanah Adat dan Ulayat untuk diakui oleh pemerintah.
“Terakhir, hentikan intimadasi terhadap yang menolak relokasi Kampung Tua Rempang-Galang,” tegasnya.
“Kami meminta Pak Rudi juga menandatangani surat tuntutan kami ini,” jelas Mulyadi.
Tak lama setelah massa menyampaikan tuntutannya, Kepala BP Batam yang juga Wali Kota Batam menemui massa.
Rudi meminta beberapa perwakilan dari massa aksi untuk berdiskusi dengannya di dalam gedung BP Batam.
“Mari kira dudukkan permasalahan ini bersama,” ujar Rudi dari balik gerbang masuk gedung BP Batam.
Mendapat pengawalan ketat dari personel kepolisian, Rudi kemudian masuk ke dalam gedung BP Batam disusul oleh perwakilan masyarakat Rempang-Galang.
Situasi sempat hampir ricuh saat massa aksi yang kesal karena pertemuan antara perwakilan massa dan Kepala BP Batam berlangsung lebih dari 2 jam.
“Kami berpanas-panasan disini. Padahal kami hanya meminta Kepala BP Batam tanda tangan tuntutan kami, tapi kenapa lama sekali,” ucap massa aksi kompak.
Hingga berita ini dinaikkan, massa aksi masih menunggu hasil pertemuan antara perwakilan massa dengan pihak BP Batam.
Penulis: Irvan F