EDISI.CO, BATAM– Lewat gelaran pentas seni dan budaya, Masyarakat Pulau Rempang bersuara menolak rencana pemerintah melakukan relokasi. Mereka meyakini punya hak atas ruang hidup yang diwariskan nenek moyang mereka secara turun temurun di sana.
Tabuhan rebana menggema, mengiringi pawai seni dan budaya Masyarakat Melayu yang ada di Pulau Rempang dan Galang. Meski cuaca di Lapangan Sepakbola Dataran Muhammad Musa, Kampung Sembulang- lokasi acara, perlahan terik, warga terus datang dan memadati kursi dan tikar yang ada untuk ambil bagian. Ada juga yang langsung ikut membaur dalam barisan.
Tiga putaran pawai berjalan, suara takbir dan tabuhan kompang tidak surut, bahkan semakin kuat menggema, seiring semakin ramainya peserta. Dari dalam barisan, mereka mengangkat tangan, melambai pada warga yang sudah duduk menunggu. Bertakbir.
Ada yang membawa kertas bertuliskan asal kampung mereka, ada juga yang membentangkan karton bertulis penolakan rencana relokasi.
Bunga Mayang terpancang di banyak titik, menjadi pemanis. Juga jadi ornamen yang dibawa peserta pawai. Anak-anak berlarian bebas, melintas di antara orangtua yang hadir. Mereka juga membersamai pawai dan tetap berlarian ketika para orangtua telah duduk.
Atraksi berlanjut, dengan pertunjukan silat dari Warga Kampung Pasir Panjang, Ismail MZ. Warga umumnya memanggil dia dengan sebutan Iskandar. Ismail mengenakan tanjak kuning, baju dan sarungnya senada, berwarna putih. Di lehernya terlilit kain, juga berwarna kuning.
Ia awali gerak dengan melompat, lalu menyusun jari, sambil tunduk memberi hormat kepada warga yang ada di depan, kanan dan kirinya. Geraknya berlanjut, sampai akhirnya kembali memberi hormat sebagai penutup.
Dua orang warga didapuk menjadi pemandu acara pada pagi menjelang siang itu. Seusai atraksi silat, mereka menyapa warga dengan pantun berbalas terlantun.
Beberapa warga tampil, menyampaikan kata pembuka, termasuk perwakilan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) yang selama ini membersamai masyarakat Rempang.
Panggung kembali terisi, oleh tari yang ditaja empat pasangan laki-laki dan perempuan. Juga ibu-ibu dari berbagai kampung. Pembacaan puisi juga tersaji dalam pentas seni dan budaya ini. Beberapa warga ambil bagian mewakili kampung-kampung mereka.
Edisi/ist
Lewat puisi, warga mengungkap rasa. Mengadu dan meletakkan harap pada yang kuasa. Berhajat agar kampung mereka tetap seperti sedia kala. Mereka ingin rasa nyaman kembali ada, rasa yang lama sirna karena rencana penggusuran.
Berikut salah satu puisi yang dibacakan di momen pentas seni budaya tersebut:
Kami ingin tenang
Meminta Kembalikan padamu
Syahdunya nyanyian burung
Elok wajah senyuman ananda
Muram kami tak maukan
Momen aslinya kami dahulu
Sekejap mata berubah menjadi pilu
Bencana yang dibawa oleh tangan
Yang membisikan janji yang menggiurkan
Di Sembulangku ini
Ingin tetap kulihat wajah
Lempar sambut buah kelapa
Oleh pemasok kelapa tua
Walau Siket Rempangmu berjuang
Masyarakat kami bertahan
Rempang aman, Rempang selalu ada di hati
Dari nenek hingga cucunya
Hanya satu kupinta ya Allah
Ya Allah, tolong kembalikan ketenangan kami
Jadikan tangisan dan doa adalah perjuangan kami
Demi tanah lahir kami
Kuminta padamu ya Allah
Untuk bukan, bukan karena mereka
Jika yang kecil seperti kami
Tidak lagi menjadi bangsa
Di sisi lain lapangan, di pepohonan dekat garis pantai, tim dari TNI, Polri dan Direktorat Pengamanan (Ditpam) berjaga. Ada yang duduk di kursi kayu dekat rumah warga, ada yang duduk bersila di bawah rindang pohon mangga.
Penulis tidak sempat memperhatikan, apakah mereka tetap duduk seperti itu atau ikut berdiri ketika lagu kebangsaan Indonesia raya warga nyanyikan. Juga tidak tahu berapa persisnya jumlah petugas yang berjaga.
Sebelumnya, amaran agar masyarakat rempang tidak berorasi menolak relokasi memang disampaikan Kapolsek Galang, AKP Alex Yasral. Ia meminta Warga Rempang hanya menggelar pentas seni dan budaya saja, sesuai dengan agenda yang sebelumnya mereka wacanakan.
Alex juga mengabari kalau ia tetap akan mengawal jalannya pentas seni dan budaya ini. Sebagai bentuk tanggung jawabnya memastikan keamanan dan ketertiban di masyarakat tetap terjaga.
“Ini kegiatan pentas seni, maka kami minta tidak boleh ada orasi menolak relokasi. Karena kegiatanya pentas seni. Kami tidak melarang kegiatan mereka. Kami tetap akan bantu amankan, ini wujud pedulinya kami pada masyarakat,” tutur alek melalui sambungan ponsel sekitar satu jam menjelang acara digelar.
Pada prosesnya, warga bersuara melalui seni yang mereka tampilkan. Berekspresi dari atraksi tari yang menandai identitas budaya Masyarakat Melayu pesisir. Juga puisi, rebana, silat dan pakaian adat yang mereka kenakan.
Mereka bersuara dengan gembira. Memperjuangkan tanah yang diwariskan leluhur sejak ratusan tahun lalu.
Di penghujung acara, suara warga juga mewujud dalam rupa tulisan pada karton dan spanduk yang mereka bentangkan menjelang tengah hari. Mereka dedahkan sebagai pengingat bahwa perjuangan mempertahankan ruang hidup mereka terus ada, laiknya kegigihan Mia yang diperankan Anna Castillo dalam Film Nowhere.
Meskipun seorang diri terkatung di tengah laut dalam keadaan hamil besar, terkurung di dalam kontainer, namun ibu muda itu berhasil selamat. Mia melewati satu demi satu rintangan. Mulai dari melahirkan anak yang kemudian ia namakan Moa; mengoyak kontainer sampai ia bisa keluar; mendapatkan makanan dengan memerangkap ikan; sampai membuat rakit untuk Moa saat kontainer yang menaungi mereka tenggelam.
Mia tenggelam, namun Moa tidak. Bayi itu ditemukan oleh nelayan. Di rakit yang menjaganya tetap timbul, seutas tali terikat, Mia terikat di ujung tali itu. Ia juga selamat berkat pertolongan nelayan, meski sempat tenggelam.
Perjuangan warga mempertahankan tanah kelahiran mereka, mengubah kondisi sosial, ekonomi dan budaya di masyarakat. Ada 43 warga yang ditangkap dalam bentrokan dengan tim terpadu di Kampung Tanjung Kertang pada 7 September 2023 dan kerusuhan pada aksi unjuk rasa di depan gedung Badan Pengusahaan (BP) Batam telah ditahan hampir dua bulan. Mereka menjadi tersangka.
Belum lama ini, hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam memutusakan praperadilan yang diajukan Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang untuk 30 tahanan terkait Rempang yang masuk dalam dampingan mereka, ditolak.
Sebelumnya, mereka telah mengajukan penangguhan penahanan untuk 30 warga yang ditahan ini, juga belum mendapatkan respon dari Polresta Barelang. Hal serupa juga berlaku dengan surat permohonan penghentian penyidikan untuk 8 warga yang diamankan pada 7 September 2023 lalu.