
Terdakwa kasus kerusuhan erkait Rempang saat berkonsultasi dengan Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang yang mendampingi mereka di sidang perdana di PN Batam pada Kamis (21/12/2023)-Edisi/bbi.
EDISI.CO, BATAM– Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang mengakui ada upaya pencabutan kuasa ata 31 terdakwa kasus terkait Rempang yang mereka dampingi. Upaya pencabutan kuasa ini dinilai sebagai bagian dari strategi mempengaruhi konsentrasi terdakwa dan keluarganya dalam menjalani proses peradilan.
Untuk diketahui, 35 terdakwa kasus kerusuhan di depan kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam pada 11 September 2023 lalu, telah menjalni sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Batam pada Kamis (21/12/2023). Sebanyak 31 dari 35 terdakwa tersebut adalah warga yang mendapat pendampingan dari Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang.
“Ini upaya supaya tidak fokus, terpecah. Supaya pihak tertentu mudah melakukan intervensi. Namun sampai hari ini kami belum mendapatkan surat pencabutan kuasa,” kata Direktur LBH Pekanbaru, Andi Wijaya pada Jumat (22/12/2023).
Salah satu bentuk intervensi yang paling jelas, kata Andi, adalah pernyataan Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, yang meminta keringanan hukuman bagi para terdakwa nantinya.
Pada prosesi persidangan sendiri, Andi menjelaskan kalau David P Sitorus yang memimpin persidangan telah meminta konfirmasi pada seluruh terdakwa yag berada dalam dampingan Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang. Hasilnya, para terdakwa masih mempercayakan Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang.
Jika pada akhirnya Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang tidak lagi mendampingi para terdakwa, pihaknya mengaku kecewa dan meyakini ada intervensi pihak tertentu atas berakhirnya kuasa mereka dengan para terdakwa.
Sopandi, pengacara dari PBH Peradi Batam yang masuk dalam Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang, mengatakan sejak sebulan terakhir keluarga terdakwa sudah tenang dan terima dengan proses hukum yang akan dijalani kerabat mereka. Namun kondisi itu berbalik sesaat menjelang persidangan.
Beberapa hari menjelang persidangan, keluarga tahanan dibuat bingung atas permintaan pihak tertentu agar mereka memutus kuasa dengan Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang. Sopandi mengaku heran kondisi tersebut bisa terjadi. Padahal proses hukum yang dijalani ini sudah sesuai dengan apa yang seharusnya.
“Kami ingin melihat apakah para terdakwa yang kami dampingi ini bersalah atau tidak melalui proses peradilan ini. Tapi kenapa ada tekanan yang diterima pihak keluarga untuk memutus kuasa dengan kami, agar para terdakwa dapat bebas.”
Baca juga: 35 Terdakwa Kasus Rempang Jalani Sidang Perdana, Tim Advokasi akan Ajukan Bantahan
Sopandi melanjutkan, hasil komunikasi dengan keluarga tahanan, bahwa para keluarga dihadapkan pada posisi yang tidak lagi tenang.
Lebih lanjut, berkaca pada putusan praperadilan yang dibuat oleh PN Batam atas 29 tahanan yang mereka dampingi pada awal Desember 2023 lalu, yang menolak gugatan mereka, Sopandi mengaku sempat menaruh keraguan kalau PN Batam.
Staf Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Edy Kurniawan, mengatakan intervensi pihak tertentu seperti yang saat ini dialami oleh Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang, jamak terjadi dalam pendampingan YLBHI, khususnya kasus yang berdimensi struktural seperti melawan pejabat dan penguasa. Modusnya dengan mempengaruhi terdakwa untuk menjauh dari lawyer yang mendampingi mereka. Apalagi pengacara yang mendampingi mereka vokal.

Staf Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Edy Kurniawan (kanan)-Edisi/bbi
“Saya coba telusuri di media, ternyata ada statemen dari Wali Kota Batam (Muhammad Rudi) yang meminta agar 35 terdakwa ini diberi hukuman ringan. Ditambah dengan kejadian-kejadian mempengaruhi terdakwa, dan statemen dari ketua majelis hakim kemarin yang seolah sudah memframing, bahwa jangan datang ke pengadilan supaya pengadilan tidak dilempari. Jika dirangkai, kami simpulkan adalah upaya intervensi terhadap sistem peradilan,” kata Edy.
Pernyataan Wali Kota Batam, Muhammad Rudi dengan meminta agar hukuman yang didapat oleh para terdakwa diberikan seringan mungkin, sebenarnya sudah menyimpulkan kalau para terdakwa ini bersalah dengan permintaannya meringankan. Sementara perjuangan para pendamping untuk membebaskan, karena pendamping meyakini dakwaan yang dikenakan pada terdakwa kabur.
Wali Kota Batam, Muhammad Rudi, pada 18 Desember 2023 lalu, meminta kepada jaksa penuntut umum dan hakim yang menyidangkan perkara ini dengan memberikan pertimbangan agar hukuman yang didapat para terdakwa seringan mungkin.
“Kalau saya pribadi tentu berharap, ini adalah saudara kitasemua dan saya bermohon kepada jaksa penuntut umum, kepada hakim yang akan menyidangkan, mudah-mudahan bisa berbuat yang terbaik, memudahkan saudara-saudara kita yang sudah menjaankan hukuman atas kejadian 11 September 2023. Seringan mungkin, supaya saudara kita bisa kembali ke pangkuan keluarganya masing-masing.”