EDISI.CO, CATATAN EDISIAN– Menjelang penghujung masa pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo yang akan berakhir pada Oktober 2024 ini, belum ada tanda-tanda demokrasi kita akan membaik.
Dalam 10 tahun terakhir, indeks demokrasi dan kebebasan kita justru menunjukkan tren penurunan. Lembaga-lembaga perwakilan dan partai politik yang harusnya berfungsi dalam membangun demokrasi justru saat ini kurang mendapatkan kepercayaan publik. Di tengah situasi yang miris itu, harapan kita yang tersisa adalah pada Organisasi Masyarakat Sipil (OMS). OMS yang kuat dan mandiri dapat mendorong transparansi dan akuntabilitas serta menjadi kontrol bagi kebijakan pemerintah.
Namun, saat ini OMS menghadapi situasi yang kurang menguntungkan. Secara internal, OMS menghadapi problem keterbatasan dukungan finansial untuk dapat bertahan, terhambatnya regenerasi karena tata kelola kelembagaan yang tidak memadai hingga keterbatasan kompetensi dan keahlian. Secara eksternal, hingga kini belum ada skema dukungan program dan pendanaan yang berkelanjutan dari negara untuk memastikan OMS dapat bertahan.
Terkait hal ini, penting bagi pemerintah untuk mulai menginisiasi adanya Dana Abadi untuk OMS agar keduanya bisa bermitra dan bekerja sama dengan lebih baik dan lebih efektif untuk menghasilkan kebijakan yang partisipatif.
Problem pendanaan OMS
Problem pendanaan sudah menjadi tantangan bagi keberlanjutan OMS dalam lima tahun terakhir ini, termasuk berkurangnya pendanaan OMS dari lembaga donor internasional, dan terbatasnya dana masyarakat serta negara untuk OMS. Kondisi tersebut dapat memengaruhi keberlanjutan kerja-kerja advokasi dan pemberdayaan publik oleh OMS.
Salah satu inisiatif yang pernah dilakukan pemerintah untuk penguatan OMS, terutama dari sisi pendanaan adalah melalui Program Swakelola Tipe 3. Program yang diatur dalam Peraturan Presiden No. 16 tahun 2018 tentang Pengadaaan Barang/Jasa Pemerintah ini memungkinkan OMS mendapatkan dana hibah penelitian melalui pengadaan barang/jasa sehingga dapat berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan.
Perubahan struktur kebijakan pendanaan tersebut membuat OMS lebih terspesialisasi dan terbuka berkerja sama dengan pemerintah, yang sebelumnya dianggap tabu oleh sebagian OMS.
Saat ini, kemampuan spesialisasi ini sudah menjadi tren baru OMS di Indonesia. Sebagai contoh, terdapat OMS yang fokus pada isu pemilihan umum (pemilu) (seperti Perludem), isu kemiskinan dan ketimpangan (contohnya SMERU dan Prakarsa), isu hak asasi manusia HAM (misalnya ELSAM), isu lingkungan dan perubahan iklim (WRI Indonesia), isu pendidikan (INSPIRASI Foundation) dan lainnya.
Namun, laporan Civil Society Organization Sustainability Index menunjukkan masih tingginya kerentanan pendanaan OMS di Indonesia. Dari angka 1 hingga 7 (1 menunjukkan paling memiliki kemampuan pendanaan berkelanjutan dan 7 menunjukkan kerentanan pendanaan), selama periode 2014-2021, rata-rata kerentanan pendanaan OMS di Indonesia berada di angka 4,45.
Tren pendanaan melalui Dana Abadi
Dalam 20 tahun terakhir, pendanaan abadi untuk OMS sudah menjadi tren yang diadopsi di banyak negara dengan tujuan memperkuat peran masyarakat dalam pembuatan kebijakan publik yang partisipatif.
Laporan The International Center for Not-for-Profit Law (ICNL) tahun 2010 menunjukkan adanya komitmen sejumlah negara, seperti Kroasia, Hungaria, dan Afrika Selatan dalam memperkuat pendanaan untuk OMS, seperti melalui pembentukan lembaga nasional untuk pendanaan OMS atau kementerian yang mengurusi pelembagaan dan pendanaan masyarakat sipil.
Model lain dukungan pemerintah terhadap OMS juga dilakukan dengan memperkuat kapasitas kelembagaan OMS melalui pelatihan, dukungan infrastruktur kantor, bantuan hukum, serta dukungan finansial.
Di Estonia, sebagai contoh, sebagian besar pendanaan kepada OMS berasal dari pemerintah daerah dan Yayasan Dana Abadi yang dikelola oleh pemerintah. Setiap tahunnya, pemerintah mengalokasikan sekitar 7 juta Euro atau setara dengan Rp118 triliun ke sejumlah OMS baik dalam bentuk project grant atau dukungan kelembagaan serta dana untuk National Foundation for Civil Society (NFCS).
Baca juga: Penuhi Kebutuhan Rupiah Jelang Idulfitri, BI Kepri Gelar SERAMBI 2024
Contoh lainnya adalah Kroasia, yang pemerintahnya membentuk badan publik untuk mengelola pendanaan OMS yang berasal dari anggaran pemerintah, donor internasional, dan Uni Eropa.
Indonesia relatif terlambat untuk membangun satu yayasan dana abadi bagi OMS. Penting bagi pemerintah untuk mulai menginisiasinya. Sebab, dalam mendorong keterlibatan masyarakat dalam pembuatan kebijakan publik, pemerintah butuh masukan baik dari pihak eksternal yang independen dan berpengalaman.
Untuk mendapatkan masukan tersebut dibutuhkan adanya keberlanjutan dan keberadaan OMS yang mandiri, kuat secara pendanaan dan berdaya. Selain itu, penting untuk memastikan OMS yang ada memiliki kompetensi, pengalaman dan keahlian baru.
Inisiatif dana abadi dapat mendukung keberlanjutan OMS agar dapat secara aktif terlibat dan berkontribusi dalam pembuatan kebijakan publik menjadi lebih terukur. Sebagai mitra yang baik, pemerintah dan OMS perlu sama-sama bekerja sama untuk menghasilkan kebijakan yang partisipatif.
Selain itu, peran OMS juga penting dalam kerangka pemberdayaan masyarakat. Dalam kerangka tersebut, OMS dapat berperan dalam pendayagunaan masyarakat untuk bisa terbebas dari kemiskinan dan mendapatkan akses pada pendidikan dan kesehatan yang baik.
Ke depan, dana abadi tidak hanya berasal dan diusahakan oleh negara, tetapi juga dari organisasi filantropi nasional dan global, donor bilateral dan multilateral, dan sektor swasta.
Pentingnya OMS bagi Indonesia Emas 2045
Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan belum secara jelas mengatur terkait pendanaan bagi OMS. Padahal, untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045, perlu adanya kelompok masyarakat sipil yang aktif dan partisipatif. Dan itu salah satunya hanya mungkin dapat diwujudkan dengan ketersediaan Dana Abadi Masyarakat Sipil. Pada tahap awal, pemerintah perlu memastikan tersedianya kerangka hukum dan regulasi yang mengatur pembentukan sejenis Yayasan Dana Abadi untuk Masyarakat Sipil.
Yayasan tersebut dapat mengelola pendanaan dari negara dan menjadi jembatan para filantropis, dunia usaha, dan donor global untuk memastikan terbentuknya satu ekosistem pendanaan yang kuat bagi OMS. Ketersediaan Dana Abadi OMS berguna untuk penguatan tata kelola masyarakat sipil serta kemandirian finansial.
Pendanaan yang berkelanjutan tersebut juga dapat membuat OMS kita menjadi lebih kuat, lebih mandiri dan lebih aktif menyuarakan isu-isu publik.
Penulis: Arya Fernandes, Researcher, Centre for Strategic and International Studies, Indonesia
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.