EDISI.CO, BATAM— Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang menanggapi putusan hakim atas 34 terdakwa kasus Rempang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Batam pada Senin (25/3/2024). Mereka menilai ada beberapa hal yang menjadi sorotan, mulai dari teknis pembacaan putusan, juga hal-hal yang melatarbelakanginya.
Ke-34 terdakwa tersebut terbagi dalam perkara Nomor: 935/Pid.B/2023/PN.Btm dan perkara Nomor 937/Pid.B/2023/PNBtm. Kedua perkara terkait peristiwa Aksi Bela Rempang pada 11 September 2023 lalu.
Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang mempertanyakan dua sidang yang seharusnya berlangsung pagi, ditunda hingga hampir pukul setengah empat sore. Bahkan sebelum sidang dimulai David P. Sitorus, Ketua Majelis Hakim sempat memperkeruh situasi dengan menyuruh sebagian pengunjung keluar dan mengancam menunda pembacaan putusan.
Sopandi, Advokat Publik pada DPC Peradi Batam, yang masuk dalam Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang, menyebut menghargai pilihan tujuh belas orang dalam perkara Nomor: 935/Pid.B/2023/PN.Btm maupun enam orang dalam perkara Nomor 937/Pid.B/2023/PN.Btm yang menerima putusan Majelis Hakim.
Ia menyayangkan mengapa putusan ini harus dibacakan pada sore.
“Adanya penjatuhan pidana penjara selama enam bulan dan lima belas hari melahirkan konsekuensi dua puluh satu orang dalam perkara nomor: 935/Pid.B/2023/PN.Btm dan perkara nomor 937/Pid.B/2023/PNBtm telah selesai menjalani masa hukumannya. Apabila dihitung masa penangkapan dan penahanan dari 11 September 2023, maka masa hukuman mereka selesai pada 23 Maret 2024. Artinya, mereka seharusnya keluar pada 24 Maret 2024 lalu. Putusan yang dilangsungkan pada sore membuat sistem administrasi untuk mengeluarkan empat belas orang klien kami menjadi rumit,” tutur Sopandi.
Delapan orang yang mendadak mengaku dihukum enam bulan dan dua puluh satu hari
majelis Hakim dalam Putusan Nomor: 935/Pid.B/2023/PN.Btm menjatuhkan putusan pemidanaan yang variatif. Sebanyak sembilan orang dijatuhi pidana penjara enam bulan dan lima belas hari. Kemudian sebanyak tujuh orang dijatuhi pidana penjara enam bulan dan dua puluh satu hari dan satu orang dijatuhi hukuman pidana penjara tiga bulan.
Pada putusan Nomor: 937/Pid.B/2023/PN.Btm, majelis hakim menjatuhkan putusan pemidanaan enam bulan (6) lima belas (15) hari kepada enam orang dan dua orang terdakwa lain dihukum masing-masing enam (6) bulan dua puluh (21) satu hari dan satu lagi delapan bulan.
Mangara Sijabat, Direktur LBH Mawar Saron Batam yang juga tergabung dalam Tim Advokasi Solidaritas Nasional Untuk Rempang menyoroti pengakuan delapan orang terdakwa yang dihukum enam bulan dua puluh satu hari. Ia menghargai keputusan kedelapan terdakwa yang menerima vonis hakim tersebut, namun sangat janggal terkait pengakuan yang mereka buat pada sidang terakhir yang secara tiba-tiba mengakui melakukan perbuatan padahal dari awal penyidikan sampai sidang mereka sangat keras membantah melakukan pengrusakan kantor BP Batam dan melawan petugas.
Ia berharap setelah bebas nanti, delapan orang terdakwa tersebut dapat menceritakan apa penyebab mereka secara tiba-tiba mengaku di persidangan tersebut. Tim advokasi sendiri masih bertanya-tanya apa yang menyebabkan delapan orang terdakwa yang dari awal tegas membantah melakukan perbuatan, tapi secara tiba-tiba mengaku pada persidangan 13 Maret 2024 lalu.
Baca juga: Vonis Hakim atas 34 Terdakwa Kasus Rempang
“Kami duga delapan terdakwa dari 34 terdakwa dalam perkara ini, dari awal ada dugaan salah tangkap. Karena dari awal pemeriksaan di tingkat penyidikan bahkan di BAP dan di hadapan hakim sidang, mereka sangat tegas menolak bahwa ada melakukan tindakan pelemparan ke arah Gedung BP Batam maupun petugas.”
Meskipun demikian, mereka enggan berpsekulasi dalam rupa dugaan adanya tekanan yang dialami ke-8 terdakwa yang kini telah menerima vonis.
“Putusan hakim hari tetap kami hargai sebagai sebuah putusan pengadilan dan putusan hari ini menjadi pengingat kita di masa depan untuk sebuah perjuangan keadilan bagi masyarakat marjinal,” tutur Mangara.
Dugaan Pelanggaran Etik
Proses persidangan terhadap tiga puluh empat orang terdakwa dalam peristiwa Aksi Bela Rempang telah dimulai sejak 21 Desember 2023 lalu. Dari proses awal persidangan, Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang telah menemukan indikasi-indikasi pelanggaran etik. Baik yang dilakukan oleh salah seorang hakim dalam dua perkara tersebut, maupun salah satu advokat senior di Batam.
Even Sembiring, Direktur Eksekutif WALHI Riau yang juga salah satu advokat dalam dua perkara tersebut, menegaskan Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang dari awal persidangan telah menemukan indikasi tersebut. Hanya saja, tim memilih lebih dahulu fokus memberikan layanan bantuan hukum terbaik kepada dua puluh tiga terdakwa yang mereka dampingi.
“Pelanggaran pertama terkait intervensi kepada klien kami maupun keluarganya agar mencabut kuasa dan memberi kuasa baru kepadanya. Advokat senior tersebut juga mengiming-imingi terdakwa dan keluarganya akan diputus ringan. Indikasi pelanggaran kedua, kami menduga ucapan-ucapan Hakim mengabaikan asas praduga tidak bersalah, membatasi sidang yang terbuka untuk umum, dan tidak bersikap rendah hati,” sebut Even.
Terkait rencana laporan etik ini, Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang akan membahasnya lebih lanjut. Bahkan dugaan pelanggaran substansial terkait putusan permohonan praperadilan beberapa bulan lalu juga akan dibahas untuk dilaporkan ke Mahkamah Agung (MA).