EDISI.CO, CATATAN EDISIAN– Riset saya bersama tim dari Indonesia, Selandia Baru, dan Australia, berhasil mengungkap fakta bahwa pari manta karang (Mobula alfredi) di perairan Raja Ampat, Papua Barat Daya, cenderung tinggal di habitat masing-masing dengan berhimpun sebagai populasi-populasi lokal. Mereka juga lebih menyukai aktivitas “di dekat rumah”.
Temuan ini tak terduga, mengingat pari manta karang termasuk megafauna laut dengan kemampuan berpindah hingga ratusan kilometer. Rekor perpindahan paling jauh, yakni mencapai 1.150 km, dicatat oleh pari manta karang di timur Australia.
Riset kami, terbit di jurnal Royal Society Open Science pada 10 April lalu, menandai langkah krusial dalam memahami pari manta karang yang secara global rentan punah. Secara khusus, riset kami juga dapat membantu pembuat kebijakan untuk memperkuat upaya perlindungannya di perairan Raja Ampat.
Metapopulasi pari manta karang di Raja Ampat
Adanya populasi-populasi lokal menjadikan pari manta karang di Raja Ampat membentuk sebuah metapopulasi, alih-alih sebagai satu populasi besar. Metapopulasi adalah kumpulan populasi lokal dari satu spesies yang terpisah (di habitat yang berbeda), tapi berada di kawasan geografis yang sama.
Metapopulasi pari manta karang di Raja Ampat terbentuk karena individu-individu bergerak/berpindah dari satu populasi lokal ke populasi lokal lain melalui migrasi maupun persebaran.
Berdasarkan pengamatan kami, individu-individu pari manta karang yang bermigrasi biasanya kembali ke daerah asalnya—acap berlangsung secara musiman. Sementara itu, mereka yang menyebar biasanya tidak kembali ke daerah asalnya.
Pola pergerakan ini membuat percampuran individu antarpopulasi lokal lebih sedikit terjadi dibandingkan percampuran individu dalam suatu populasi lokal.
Adapun metapopulasi pari manta karang kami temukan setelah kami mendeteksi keberadaan dan menelusuri pola pergerakan pari manta karang sejak 2016 hingga 2021 melalui pelacakan akustik (perangkat dengan cara kerja yang mirip mesin presensi di kantor). Pelacakan tersebut kemudian kami kombinasikan dengan analisis jaringan untuk membangun jejaring pergerakan pari manta karang yang terdiri dari simpul dan tautan.
Simpul mewakili area penting bagi pari manta karang (seperti stasiun pembersihan dan area makan), sedangkan tautan mewakili perpindahan antararea penting tersebut.
Kami menemukan, setiap populasi lokal memiliki perbedaan demografis. Per Februari 2024, jumlah pari manta karang yang berhasil diidentifikasi di Misool sekitar 640 individu. Sementara, ada 1.250 individu dan tidak lebih dari 50 individu masing-masing di sekitar Pulau Waigeo dan atol Ayau.
Fakta lainnya, populasi pari manta karang di Misool dan Selat Dampier di selatan Pulau Waigeo juga memiliki laju pertumbuhan yang berbeda.
Sebaran habitat pari manta karang
Secara geografis, masing-masing populasi lokal ini menghuni habitat di tiga wilayah yang berbeda: (1) ekosistem atol Ayau di bagian utara, (2) ekosistem terumbu karang yang sangat luas di sekitar Pulau Waigeo dan di bagian barat laut, dan (3) ekosistem terumbu karang di tenggara Pulau Misool di bagian selatan perairan Raja Ampat.
Luas habitat yang dihuni oleh setiap populasi lokal ini juga jauh berbeda. Luas atol Ayau di utara perairan Raja Ampat paling kecil. Sementara, habitat di sekitar Pulau Waigeo dan Selat Dampier paling luas.
Masing-masing habitat memiliki beberapa area penting, yakni stasiun pembersihan tubuh dan area makan. Dalam satu habitat, mereka sering berpindah-pindah dari satu area ke area lainnya yang berjarak relatif dekat. Mereka hanya sesekali melakukan perjalanan jarak jauh ke area-area serupa di habitat lain di Raja Ampat.
Mengapa pari manta karang jarang berkelana jauh?
Kami menduga ada dua faktor yang menyebabkan pari manta karang di Raja Ampat jarang berkelana jauh. Faktor pertama adalah pembatas alami (seperti laut dalam) yang menghalangi pari manta karang bermigrasi antarhabitat. Pembatas ini adalah laut dalam (>1,000 meter di bawah permukaan laut) antara atol Ayau dan Pulau Waigeo, serta laut antara Misool dan Kofiau (800-900 m).
Baca juga: Cara PT Cladtek Batam dan Perkumpulan Akar Bhumi Peringati Hari Bumi
Bagi pari manta karang, pergerakan di laut dalam lebih berisiko karena mereka dapat dimangsa predator alami seperti paus seguni (Orcinus orca) maupun hiu-hiu besar yang sering terdapat di laut lepas dan dalam.
Faktor kedua adalah ketersediaan sumber daya yang cukup (seperti makanan dan stasiun pembersihan) di setiap habitat, sehingga mereka tak perlu jauh berkelana untuk memenuhi kebutuhan. Riset kami berhasil mengidentifikasi puluhan area makan dan stasiun pembersihan di setiap habitat yang dihuni populasi lokal pari manta karang di Raja Ampat.
Bagaimana selanjutnya?
Sejumlah kebijakan dan upaya konservasi memang berhasil menaikkan populasi pari manta karang di Raja Ampat. Namun, usaha pelestarian mereka masih menghadapi tantangan seiring maraknya aktivitas manusia, baik dari sektor perikanan maupun pariwisata, di bagian timur Indonesia. Karena itu, konservasi pari manta karang memerlukan pendekatan yang lebih efektif dan tepat sasaran.
Selama ini, pari manta karang di Raja Ampat dianggap sebagai populasi tunggal dan dikelola sebagai satu unit target pengelolaan. Keberadaan pari manta karang di Raja Ampat sebagai suatu metapopulasi yang terdiri dari tiga populasi lokal memerlukan pembuatan dan penerapan tiga unit pengelolaan. Masing-masing unit berfokus mengelola satu populasi lokal.
Riset kami juga menekankan perlindungan salah satu area krusial bagi berbagai aktivitas pari manta karang di Raja Ampat, tapi belum masuk kawasan perlindungan. Lokasi ini bernama Eagle Rock, terletak di sebelah barat Waigeo. Perlindungan bisa dilakukan melalui perluasan jejaring kawasan konservasi perairan (KKP) Raja Ampat hingga ke Eagle Rock.
Perlindungan Eagle Rock krusial karena koridor migrasi yang menghubungkan antar area penting maupun antarhabitat, baik yang terletak di KKP Misool Timur Selatan, KKP Selat Dampier, KKP Raja Ampat, dan KKP Waigeo Barat. Alasan lainnya yang tak kalah penting adalah, ancaman di area ini meningkat akibat aktivitas pertambangan nikel di Pulau Kawe.
Sejauh ini, kami sudah menyampaikan temuan riset dan rekomendasi kepada otoritas pengelola Kawasan Konservasi Perairan di Kepulauan Raja Ampat. Riset kami juga akan didiskusikan lebih jauh dalam lokakarya pengelolaan pari manta di Raja Ampat pada pertengahan tahun ini.
Selain menemukan pola pergerakan dan jejaring area dan habitat penting dari pari manta karang di Raja Ampat, riset kami juga membuka peluang untuk riset-riset lanjutan di masa depan, termasuk menggunakan pendekatan genetik dan pelacakan satelit. Riset-riset ini dapat membantu memahami lebih dalam dan rinci tentang struktur populasi, daya jelajah, dan sebaran pari manta karang di Raja Ampat guna meningkatkan strategi pengelolaan dan konservasi.
Penulis: Edy Setyawan, Marine Ecologist, University of Auckland, Waipapa Taumata Rau
Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.