EDISI.CO, BATAM- 79 tahun lalu, ada 400 warga Melayu Rempang dan 600 warga Tionghoa di Rempang dipaksa pindah ke Pulau Kepala Jeri. Sebab warga Rempang dipaksa pindah, karena rencana kedatangan serdadu Jepang ke Pulau Rempang, sebelum mereka kembali ke negara asal mereka akibat kalah dalam Perang Dunia (PD) 2.
Kejadian itu berlangsung pada Oktober 1945. Saat ini, Pulau Kepala Jeri berada dalam administrasi Kelurahan Kasu, Kecamatan Belakangpadang, Batam.
Beck Swee Hoon, dalam laporannya yang terbit di surat kabar The Strait Times pada 7 Oktober 1946, memuat sejumlah fakta bagaimana akhirnya warga Rempang dipaksa pindah sementara karena kehadiran ratusan ribu serdadu Jepang menunggu kepulangan ini.
Dalam Waktu 4 Hari Harus Tinggalkan Rempang
Beck Swee Hoon menuturkan ia diminta tentara Inggris untuk menyebarkan informasi kepada warga Sungai Raya; Selat Tiong; Dapor Anam; Goba; Sembulang; Pasir Panjang; Rempang; Monggak; Seranggong dan Telok Dalam, agar mereka mau untuk pindah. Warga diberi waktu hanya empat hari mengosongkan Pulau Rempang karena tentara Jepang segera mendarat di Pulau Rempang.
Warga dijanjikan mendapatkan jatah makan dari tentara Inggris selama mereka berada jauh dari Pulau Rempang. Mereka mendapatkan kupon agar dapat ditukar dengan jatah untuk kebutuhan mereka selama di Kepala Jeri. Ternak dan peliharaan warga juga dibayar oleh tentara Inggris.
Baca juga: Ratusan Warga Rempang Gelar Orasi Tolak Relokasi dan Bagikan Hasil Bumi
Informasi tersebut membuat masyarakat Melayu dan Tionghoa di Pulau Rempang terkejut. Namun Beck Swee Hoon mengaku berhasil menjaga suasana hati warga tetap tenang, meskipun warga berhadapan dengan kenyataan harus pindah dari rumah dan kebun dalam waktu sangat singkat.
Beck Swee Hoon mengaku serba salah. Satu sisi ia harus menyampaikan informasi yang memaksa warga Rempang terusir, meskipun sementara. Di sisi lain, selama berada di Pulau Rempang untuk menjalankan misi ini, ia meminta perlindungan pada warga Rempang yang ia minta untuk pindah.
Meninggalkan Rempang Sementara Waktu
Relokasi seribu warga Rempang akhirnya terlaksana pada 8 Oktober 1945. Mereka dan barang bawaan mendarat dengan kapal cepat ke Kepala Jeri. Sesaat setelah tiba, mereka diberikan pengobatan, khususnya Pil Malaria. Mereka yang tengah sakit mendapatkan penanganan dokter yang disiapkan tentara Inggris.
Harta benda yang ditinggalkan, dinilai oleh tentara dan kompensasi diberikan kepada warga setiap bulan. Kepada warga, mereka mendaptkan penjelasan hanya tinggal sementara di Pulau Kepala Jeri, sampai semua serdadu Jepang dipulangkan ke negara asalnya.
Surat Kabar Indian Daily Mail yang terbit pada 18 Februari 1946, memuat ada warga Rempang dari 18 kampung yang akan mendapatkan kompensasi dari Inggris. Diantaranya Seranggong; Tioeng; Goba; Semboelang; Mangga Landjoet; Rempang;
Selanjutnya Telok Dalam, Tanjung Datar; Kampung Tengah; Tandjoeng Kedoeng; Dapoer Anam; Tandjoeng Batoe; Tandjoeng Dondang; Tanjoeng Kertang; Telok Kapaok; Air Nanti; Soengai Atih dan Klingking.
Ancaman Penggusuran Akibat PSN Rempang Eco City
Saat ini, masyarakat Rempang kembali mengalami masa serupa, bukan oleh Tentara Inggris, namun oleh pemerintah Indonesia sendiri yang mencanangkan Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City. PSN Rempang Eco City mengakibatkan warga Pulau Rempang yang telah turun temurun tinggal di kampung terancam penggusuran. Sebab wilayah kerja PSN Rempang Eco City masuk sampai ke kampung-kampung masyarakat Melayu di Pulau Rempang.
Warga terus menolak rencana penggusuran. Mereka bersuara dengan segala cara, mengabarkan tidak ingin ruang hidup yang telah dihuni sejak ratusan tahun lalu hilang, hanya karena negara lebih mementingkan ekonomi dibanding peradaban masyarakat Melayu di Pulau Rempang.