
Mahasiswa Kota Batam menggelar nonton bareng (Nobar) film dokumenter tentang konflik agraria yang terjadi di Pulau Rempang-Edisi/bbi.
EDISI.CO, BATAM– Mahasiswa Kota Batam menggelar nonton bareng (Nobar) film dokumenter tentang konflik agraria yang terjadi di Pulau Rempang. Nobar yang dilanjutkan dengan diskusi film dokumenter garapan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau dan Tim Solidaritas Nasional untuk Rempang ini berlangsung di Student Centre GMKI Batam, Batam Kota, pada Sabtu (25/1/2025) malam.
Gelaran nobar film berdurasi 39 menit ini adalah inisiatif dari Badan Pengurus Cabang Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) cabang Batam. Dalam kesempatan tersebut hadir mahasiswa dari berbagai kampus di Kota Batam; Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Batam; NGO Akar Bhumi Indonesia; dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mawar Saron Batam.
Ketua GMKI Batam, May Shine Debora Panaha, dalam diskusi ini menuturkan pihaknya berada bersama masyarakat Pulau Rempang yang tengah dan terus berjuang untuk keadilan. Film dokumenter ini, kata dia, menghadirkan fakta bahwa rasa keadilan itu tidak nampak dalam pusaran konflik yang terjadi. Untuk itu pihaknya mengajak semua pihak, khususnya mahasiswa untuk berada di tengah-tengah masyarakat, membersamai perjuangan warga Pulau Rempang dari ancaman penggusuran dan ancaman Proyek Strategis Nasional (PSN) yang juga mengancam ruang hidup mereka.
Baca juga: Dorong Pencabutan PSN Rempang Eco City, PP Muhammadiyah Sampaikan 7 Desakan
“Kita ini dikatakan sebagai manusia, kalau kita berdiri di tengah-tengah manusia itu sendiri. Artinya kita sama-sama berjuang di tengah-tengan masyarakat itu kalau mau dikatakan sebagai manusia.”
Lebih lanjut, May menuturkan nobar dan diskusi film tentang Rempang ini adalah langkah awal dari gerak mahasiswa di Batam, khususnya GMKI Batam untuk membersamai perjuangan masyarakat Pulau Rempang. Langkah awal ini akan mereka teruskan dengan berbagai agenda yang akan menggandeng berbagai pihak yang sejalan dengan perjuangan warga Pulau Rempang.
Pihaknya juga berharap dan mendorong agar rencana pemerintah pusat mengevaluasi PSN, termasuk di dalamnya adalah PSN di Rempang.
Direktur Eksekutif WALHI Riau, Even Sembiring, menyambut baik nobar dan diskusi film berjudul “Rempang” ini. Mahasiswa Kota Batam yang tergerak untuk ambil bagian dalam perjuangan warga, menjadi kabar gembira dalam upaya menghadirkan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat Pulau Rempang.
Pihaknya terbuka untuk berkolaborasi bersama mahasiswa di Kota Batam dalam agenda-agenda ke depan. Utamanya perjuangan membersamai masyarakat untuk mendapatkan keadilan.
Film dokumenter ini, kata Even, sebagai pengingat bahwa perjuangan masyarakat Pulau Rempang dalam menjaga eksistensi kampung dan ruang hidup mereka penuh dengan teror dan tekanan. Sejumlah kejadian sejak awal konflik agraria di Pulau Rempang bergulir, sudah ditandai dengan kekerasan. Sayangnya, kondisi itu terus berulang yang mengakibatkan warga Pulau Rempang menjadi korban.
Direktur LBH Mawar Saron Batam, Supriardoyo Simanjuntak, menuturkan pihaknya sejak awal terlibat langsung dalam pendampingan masyarakat yang harus menjalani proses hukum sebagai bagian dari perjuangan mereka mencari keadilan. Pada prosesnya, LBH Mawar Saron Batam yang tergabung dalam Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang akan terus menemani perjuangan warga.
Supriyardoyo mengatakan hasil akhir dari proses hukum yang dijalani masyarakat Pulau Rempang, memang selalu tidak seperti yang diharapkan. Mulai dari permohonan Praperadilan terhadap 30 tahanan yang berada dalam dampingan Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang yang ditolak, juga putusan bersalah atas 35 warga yang ditangkap saat aksi damai yang berujung ricuh di depan Gedung Badan Pengusahaan (BP) Batam pada 11 September 2023 lalu.
Saat ini, lanjut Supriardoyo, Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang tengah mendampingi tiga warga Rempang yang ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan terkait perampasan kemerdekaan.
Di sisi lain, laporan warga Rempang terkait dengan insiden penyerangan yang mereka alami pada 18 September 2024 lalu, belum diketahui seperti apa prosesnya. Demikian juga dengan laporan warga atas penyerangan yang dilakukan PT Makmur Elok Graha (MEG) di tiga posko masyarakat di Pulau Rempang pada 18 Desember 2024, polisi baru menetapkan dua tersangka, padahal ada sekitar 30 orang yang melakukan penyerangan terhadap warga.
Terkait dengan inisiatif mahasiswa Kota Batam mendukung perjuangan masyarakat Pulau Rempang, Supriardoyo menyampaikan bahwa hal tersebut adalah keniscayaan.
“Pesan dari guru kami, jadilah mata bagi mereka yang buta; telinga bagi mereka yang tuli; mulut bagi mereka yang bisu; dan jadilah bapa bagi mereka yang termarjinalkan.”
Muhammad Islahuddin, perwakilan AJI Batam, salah satu pembicara dalam diskusi yang berlangsung hingga sekitar pukul 21.00 WIB ini, menyampaikan AJI Batam ada bersama masyarakat Pulau Rempang yang tengah berjuang untuk hadirnya rasa keadilan. Hal itu dilakukan dalam wujud menghadirkan pemberitaan yang berlandaskan fakta di lapangan.
Dewasa ini, lanjut Islahuddin, narasi terkait persoalan agraria di Pulau Rempang tumbuh subur di tengah-tengan masyarakat. Baik dalam kemasan berita di media massa maupun sosial media. Ia mengingatkan untuk melakukan verifikasi atas informasi terkait Rempang yang diterima. Karena belum tentu informasi yang ada di tangan masyarakat, adalah fakta sebenarnya, walaupun itu bentuknya berupa berita di media massa.
Pemanfaatan ruang informasi melalui pemberitaan dan sosial media, ia nilai juga menjadi hal penting untuk diperhatikan terkait persoalan agraria di Pulau Rempang. Apalagi pemerintah dalam hal ini BP Batam aktif mengeluarkan siaran pers, yang itu mempengaruhi kerja wartawan di lapangan.
Kepada mahasiswa yang hadir, Islahuddin menyampaikan apresiasi atas gerakan awal yang mereka bangun untuk mendukung masyarakat Pulau Rempang.
“Di sini kita bicara soal bagaimana mencari keadilan yang mungkin hilang di masyarakat Rempang. Ini mungkin tidak sebentar, tapi harapan kita keadilan itu akan datang pada akhirnya.”