
Warga Pulau Rempang saat menggelar aksi di Mapolda Kepri pada Kamis (27/2/2025)-Edisi/bbi.
EDISI.CO, BATAM– Warga dari beberapa kampung di Pulau Rempang menggelar aksi di depan Mapolda Kepri, Nongsa, Batam pada Kamis (27/2/2025). Kedatangan warga membawa aspirasi agar Kapolda Kepri, Irjen Asep Safrudin yang baru saja dilantik, menghadirkan rasa keadilan di tengah masyarakat Pulau Rempang.
Warga menilai selama dua tahun lebih perjuangan mempertahankan ruang hidup di sana, mereka merasa selalu diperlakukan tidak adil.
M Aris, salah satu warga yang ditemui saat aksi, berharap Kapolda Kepri yang baru dapat menindaklanjuti laporan warga di Mapolresta Barelang. Mendorong Polresta Barelang untuk memproses laporan itu, sehingga proses hukum atas laporan warga itu bisa terselesaikan.
Ia menjelaskan ada dua kasus penyerangan yang menimpa warga Pulau Rempang. Kedua kejadian itu pun telah dilaporkan ke pihak kepolisian. Namun prosesnya belum berjalan maksimal menurut penilaian warga.
“Hari ini yang kami lihat keadilan hanya berjalan di tempat, tidak serius. Mudah-mudahan dengan aksi ini, kapolda bisa serius, kasus ini harus dinaikan dan diselesaikan.”
Untuk diketahui, warga Pulau Rempang menjadi korban tindak kekerasan atas dua kejadian di sana, pada 18 September 2024 dan 18 Desember 2024.

Warga dari beberapa kampung di Pulau Rempang menggelar aksi di depan Mapolda Kepri, Nongsa, Batam pada Kamis (27/2/2025)-Edisi/bbi.
Sebanyak tiga warga menjadi korban luka, salah satunya patah tangan yang dialami oleh wanita lansia bernama Siti Hawa (67) pada kejadian di kawasan Goba, Kampung Sei Buluh, Kelurahan Sembulang pada 18 September 2024. Warga langsung melapor ke Mapolsek Galang dan dilimpahkan ke Polresta Barelang.
Kemudian pada kejadian penyerangan oleh pegawai PT MEG pada 18 Desember 2024 dini hari, sebanyak delapan warga mengalami luka. Kejadian ini juga sudah dilaporkan ke pihak berwajib. Hasilnya dua pegawai PT MEG ditetapkan jadi tersangka.
Warga menilai penyerangan yang dilakukan di tiga pos masyarakat di tiga lokasi berbeda itu, tidak adil rasanya jika hanya dua pegawai PT MEG yang ditetapkan jadi tersangka.
Lebih jauh, kejadian di tanggal 18 Desember 2024 itu juga menyeret tiga warga Rempang menjadi tersangka, atas laporan pegawai PT MEG. Walaupun saat ini status tersangka ketiga warga Rempang itu sudah dicabut. Keadaan itu diyakini warga sebagai bentuk ketidakadilan yang terjadi untuk mereka.
“Tapi kalau kami berpikir pakai nalar, kemerdekaan kami yang malah di rampas, karena sudah hampir dua tahun kemerdekaan kami dirampas, tidak ada keadilan buat kami.”
Baca juga: Rencana Transmigrasi Lokal yang Ditolak Warga dan Niat Menteri Iftitah Berkantor di Rempang
Berlatar tembok bertuliskan “Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Kepulauan Riau” warga bergantian melakukan orasi. Mereka juga bersama-sama menyanyikan lagu berjudul “Darah Juang”.
Lagu “Darah Juang” diciptakan pada tahun 1991 oleh mahasiswa Universitas Gadah Mada (UGM), khususnya dari Fakultas Filsafat dan aktivis Keluarga Mahasiswa UGM, setelah melakukan aksi demonstrasi. Melodi diciptakan oleh Johnsony Tobing, sementara liriknya ditulis oleh Dadang Juliantara. Budiman Sudjatmiko memberikan masukan untuk revisi lirik, terutama terkait penggunaan kata ‘Tuhan’ yang diganti dengan ‘Bunda’ (liputan6.com).
Roziana, warga Rempang lain yang hadir, menuturkan pihaknya menyimpan harap yang banyak kepada Kapolda Kepri. Meminta tegaknya keadilan untuk warga Rempang.
“Kami adalah warga dan bagian dari NKRI, kami sangat patuh akan hukum, tapi nilainya kosong karena hukum tajam ke bawah, kami rasakan itu.”
“Kami tahu pak Kapolda (Kapolda Kepri, Irjen Asep Safrudin) punya telinga dan hati. Jadi lihatlah kami,” tutupnya.